Kamis, 10 Desember 2015
BAB 1 AL-QUR'AN SEBAGAI PEDOMAN HIDUP
peta konsep |
A. Pentingnya
Mengimani Kitab-Kitab Allah Swt.
Iman
kepada kitab Allah Swt. artinya meyakini
sepenuh hati bahwa Allah Swt.
telah menurunkan kitab kepada nabi atau rasul yang berisi wahyu untuk
disampaikan kepada seluruh umat manusia. Di dalam al-Qur’ān disebutkan bahwa ada 4 kitab Allah
Swt. yang diturunkan kepada para
nabi-Nya, yaitu;
- Taurāt diturunkan kepada Nabi Musa as.,
- Zabūr kepada Nabi Daud as.,
- Injil kepada Nabi Isa as., dan
- al-Qur’ān kepada Nabi Muhammad saw.
Kitab-kitab yang
dimaksud pada ayat di atas
adalah kitab yang berisi peraturan, ketentuan,
perintah, dan larangan yang
dijadikan pedoman bagi umat manusia. Semua kitab tersebut berisi ajaran pokok yang sama, yaitu
ajaran meng-esa-kan Allah (tauhid).
B. Pengertian Kitab
dan Ṡuḥuf
Kitab merupakan
wahyu Allah Swt. yang disampaikan kepada
para rasul untuk disampaikan
kepada manusia sebagai
petunjuk dan pedoman
hidup. Perbedaan antara kitab dan
ṡuḥuf bisa dilihat pada tabel
berikut.
Di
dalam al-Qur’ān disebutkan adanya ṡuḥuf
yang dimiliki Nabi Musa as. dan
Nabi Ibrahimas.Perhatikan firman Allah Swt. berikut ini:
C. Kitab-Kitab Allah Swt. dan Para Penerimanya
1. Kitab Taurāt
Kata taurat berasal
dari bahasa Ibrani (thora:
instruksi). Kitab Taurāt
adalah salah satu kitab suci yang
diwahyukan Allah Swt. kepada Nabi Musa as. untuk menjadi petunjuk dan
bimbingan baginya dan
bagi Bani Israil.
Firman Allah Swt:
Taurāt merupakan
salah satu dari tiga komponen (Thora,
Nabin, dan Khetubin) yang
terdapat dalam kitab suci agama Yahudi yang disebut Biblia
(al-Kitab), yang belakangan oleh
orang-orang Kristen disebut
Old Testament (Perjanjian Lama).
Isi pokok Kitab Taurāt dikenal
dengan Sepuluh Hukum (Ten
Commandements) atau Sepuluh Firman yang
diterima Nabi Musa as. di atas Bukit Tursina (Gunung Sinai). Sepuluh Hukum
tersebut berisi asas-asas keyakinan (akidah) dan asas-asas
kebaktian (syar³'ah), seperti berikut.
1. Hormati dan cintai Allah satu saja,
2. Sebutkan nama
Allah dengan hormat,
3. Kuduskan
hari Tuhan (hari ke-7 atau hari Sabtu),
4. Hormati ibu bapakmu,
5. Jangan membunuh,
6. Jangan berbuat cabul,
7. Jangan mencuri,
8. Jangan berdusta,
9. Jangan ingin berbuat cabul,
10. Jangan ingin memiliki barang orang lain dengan cara yang tidak
halal.
2. Kitab Zabūr
Kata zabur (bentuk jamaknya zubūr) berasal dari zabara-yazburu-zabr yang berarti
menulis. Makna aslinya adalah
kitab yang tertulis. Zabūr dalam
bahasa Arab dikenal dengan
sebutan mazmūr (jamaknya mazāmir),
dan dalam bahasa Ibrani
disebut mizmar, yaitu nyanyian rohani
yang dianggap suci.
Sebagian ulama menyebutnya Mazmūr, yaitu
salah satu kitab
suci yang diturunkan sebelum al-Qur’ān
(selain Taurāt dan
Injil ). Dalam bahasa Ibrani,
istilah zabur berasal dari kata zimra, yang berarti “lagu atau musik”, zamir (lagu)
dan mizmor (mazmur),
merupakan pengembangan dari kata
zamar, artinya “nyanyi, nyanyian pujian”.
Zabūr adalah kitab
suci yang diturunkan Allah Swt.
kepada kaum Bani
Israil melalui utusannya yang bernama Nabi Daud as. Ayat
yang menegaskan keberadaan Kitab Zabūr antara lain:
Kitab
Zabūr berisi kumpulan
ayat-ayat yang dianggap suci. Ada 150 surah
dalam Kitab Zabūr
yang tidak mengandung
hukum-hukum, tetapi hanya
berisi nasihat-nasihat, hikmah, pujian, dan sanjungan kepada Allah Swt. Secara garis
besar, nyanyian rohani
yang disenandungkan oleh
Nabi Daud as. dalam Kitab Zabūr
terdiri atas lima macam:
1.
nyanyian untuk memuji Tuhan (liturgi),
2. nyanyian perorangan sebagai ucapan
syukur,
3. ratapan-ratapan jamaah,
4. ratapan dan doa individu, dan
5. nyanyian untuk raja.
Nyanyian pujian dalam Kitab
Zabūr (Mazmur: 146) antara lain:
1. Besarkanlah olehmu akan Tuhan hai jiwaku, pujilah
Tuhan.
2. Maka aku akan memuji Tuhan. seumur hidupku, dan aku akan
nyanyi pujian-pujian kepada Tuhanku
selama aku ada.
3. Janganlah kamu percaya
pada raja-raja atau anak-anak
Adam yang tiada mempunyai pertolongan.
4. Maka putuslah nyawanya dan kembalilah ia
kepada tanah asalnya
dan pada hari itu hilanglah segala daya upayanya.
5. Maka berbahagialah orang yang memperoleh Ya’qub sebagai penolongnya dan yang menaruh
harap kepada Tuhan.
6. Yang menjadikan langit, bumi dan laut serta segala isinya,
dan yang menaruh setia sampai selamanya.
7.
Yang membela orang yang
teraniaya dan yang memberi makan
orang yang lapar. Bahwa Tuhan membuka rantai orang yang terpenjara.
3. Kitab Injil
Kitab Injil diwahyukan
oleh Allah Swt. kepada Nabi Isa as. Kitab Injil
yang asli memuat keterangan-keterangan
yang benar dan nyata, yaitu
perintah-perintah Allah Swt. agar manusia meng-esa-kan dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu
apa pun. Ada pula
penjelasan, bahwa di dalam
Kitab Injil terdapat keterangan bahwa di
akhir zaman akan lahir
nabi yang terakhir
dan penutup para nabi
dan rasul, yaitu bernama Ahmad atau Muhammad saw. Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa as. sebagai petunjuk
dan cahaya penerang bagi manusia.
Kitab Injil sebagaimana dijelaskan dalam
al-Qur’ān, bahwa Isa as. untuk mengajarkan tauhid kepada umatnya atau
pengikutnya. Tauhid di sini
artinya meng-esa-kan Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Penjelasan
ini tertulis dalam Q.S. al-Ḥadid
/57: 27.
Kitab Injil yang
sekarang memuat tulisan dan
catatan perihal kehidupan
atau sejarah hidupnya
Nabi Isa as. Kitab ini ditulis
menurut versi penulisnya, yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Yahya (Yohana).
Mereka adalah bukan dari orang-orang yang dekat dengan masa hidupnya Nabi Isa as. Sejarah mencatat sebenarnya
masih ada lagi
Kitab Injil versi Barnaba. Isi
dari Injil Barnaba ini sangat berbeda dengn isi Kitab Injil
empat macam yang tersebut di atas.
4. Kitab al-Qur’ān
Al-Qur’ān diturunkan Allah
Swt. kepada Nabi Muhammad
saw. melalui Malaikat
Jibril. Al-Qur’ān diturunkan
tidak sekaligus, melainkan secara
berangsurangsur. Waktu turun al-Qur’ān
selama kurang lebih 23 tahun
atau tepatnya 22 tahun
2 bulan 22 hari. Terdiri atas
30 juz, 114 surat, 6.236 ayat, 74.437 kalimat, dan 325.345 huruf.
Wahyu pertama adalah
surah al-‘Alaq ayat 1-5, diturunkan pada malam
17 Ramaḍan tahun 610 M.
di Gua
Hira, ketika Nabi Muhammad saw. sedang ber-khalwat. Dengan
diterimanya wahyu pertama ini, Nabi Muhammad
saw. diangkat sebagai Rasul,
yaitu manusia pilihan
Allah Swt. yang diberi
wahyu untuk disampaikan kepada umatnya. Mulai saat itu,
Rasulullah saw. diberi tugas oleh
Allah Swt. untuk menyampaikan
risalah-Nya kepada seluruh umat manusia. Wahyu yang terakhir turun adalah
Q.S. al-Māidah ayat 3. Ayat
tersebut turun pada tanggal
9 Ḍulhijjah tahun
10 Hijriyah di Padang
Arafah, ketika itu
beliau sedang menunaikan haji
wada’ (haji perpisahan). Beberapa
hari sesudah menerima wahyu tersebut, Nabi Muhammad saw.
wafat.
Al-Qur’ān yang diwahyukan kepada
Nabi Muhammad saw. menghapus sebagian
syariat yang tertera dalam kitab-kitab
terdahulu dan melengkapinya dengan tuntunan yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Al-Qur’ān merupakan kitab suci
terlengkap dan berlaku bagi semua umat manusia sampai akhir zaman. Oleh karena
itu, sebagai muslim, kita
tidak perlu meragukannya sama
sekali. Firman Allah Swt.: Artinya: “Kitab
(al-Qur’ān) ini tidak
ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang
bertakwa.” (Q.S. al-Baqarah/2: 2)
5. Nama-Nama Lain
al-Qur’ān
a. Al-Hudā, artinya al-Qur’ān
sebagai petunjuk seluruh umat manusia.
b. Al-Furqān, artinya al-Qur’ān
sebagai pembeda antara yang baik
dan buruk.
c. Asy-Syifā', artinya al-Qur’ān
sebagai penawar (obat penenang hati).
d.
Aż-Żikr, artinya al-Qur’ān sebagai peringatan adanya ancaman dan
balasan.
e. Al-Kitāb, artinya al-Qur’ānadalahfirmanAllahSwt.yangdibukukan.
6. Isi al-Qur’ān
a. Aqidah
atau keimanan.
b. 'Ibādah,
baik 'ibādah maḥḍah maupun
gairu maḥḍah.
c. Akhlaq seorang hamba kepada Khāliq,
kepada sesama manusia dan alam sekitarnya.
d. Mu’āmalah,
yaitu hubungan manusia dengan sesama manusia.
e. Qiṡṡah,
yaitu cerita nabi dan rasul,
orang-orang saleh, dan orang-orang yang ingkar.
f. Semangat mengembangkan ilmu
pengetahuan.
7. Keistimewaan
al-Qur’ān
a.
Sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa
b. Sebagai informasi
kepada setiap umat bahwa nabi dan rasul terdahulu mempunyai syariat
(aturan) dan caranya
masing-masing dalam menyembah Allah Swt.
c. Al-Qur’ān
sebagai kitab suci terakhir dan terjamin keasliannya.
d. Al-Qur’ān
tidak dapat tertandingi oleh ide-ide manusia yang ingin
menyimpangkannya.
e. Membaca dan mempelajari isi al-Qur’ān merupakan ibadah.
Bagi orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah Swt., ia akan melakukan perilaku mulia
sebagai berikut.
1. Meyakini bahwa
kitab-kitab suci sebelum al-Qur’ān datang dari
Allah Swt., tetapi akhirnya tidak
murni lagi sebab
dicampuradukkan dengan ide-ide manusia di zamannya.
2. Al-Qur’ān
sudah dijaga kemurniannya oleh
Allah Swt. sampai sekarang. Umat Islam juga sebagai
penjaganya.
3. Menjadikan
al-Qur’ān sebagai petunjuk
dan pedoman hidup, dan tidak sekalikali berpedoman kepada selain al-Qur’ān.
4.
Berusaha untuk membaca al-Qur’ān dalam
segala kesempatan di kala suka maupun duka, kemudian belajar memahami
arti dan isinya.
5. Berusaha untuk
mengamalkan isi al-Qur’ān di dalam
kehidupan sehari-hari, baik di waktu sempit maupun di waktu lapang.
A. Pentingnya
Perilaku Jujur
Jujur memiliki arti kesesuaian antara apa yang diucapkan atau
diperbuat dengan kenyataan yang ada. Jadi,
kalau suatu berita sesuai dengan keadaan
yang ada, dikatakan
benar/jujur, tetapi kalau tidak,
dikatakan dusta. Allah
Swt. memerintahkan kepada kita
untuk berlaku benar
baik dalam perbuatan
maupun ucapan,sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. at-Taubah/9: 119
Artinya: “Wahai
orang-orang yang beriman!
Bertakwalah kepada Allah,
dan bersamalah kamu dengan
orang-orang yang benar.”
(Q.S. at-Taubah/9: 119)
Kejujuran
itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan. Kejujuran merupakan sifat
seorang yang beriman, sedangkan
lawannya, dusta,
merupakan sifat orang yang munafik.Ciri-ciri orang munafik adalah dusta,ingkar janji,
dan khianat, sebagaimana sabda Rasulullah saw. berikut ini:
Ibnul Qayyim berkata,
dasar iman adalah
kejujuran (kebenaran), sedangkan dasar nifaq adalah
kebohongan atau kedustaan.
Tidak akan pernah bertemu
antara kedustaan dan keimanan
melainkan akan saling
bertentangan satu sama lain. Allah Swt.
menegaskan bahwa tidak ada yang
bermanfaat bagi seorang hamba dan yang mampu menyelamatkannya dari azab,
kecuali kejujurannya (kebenarannya).
B. Keutamaan Perilaku Jujur
Kejujuran merupakan akhlak mulia
yang akan mengarahkan
pemiliknya kepada kebajikan,
sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw.,
Pemilik
kejujuran memiliki kedudukan
yang tinggi di dunia
dan akhirat.
Dengan
kejujurannya, seorang hamba
akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat
dari segala keburukan.
Orang yang
jujur akan dipermudah rezeki dan segala
urusannya.
Kejujuran berbuah kepercayaan.
Jujur membuat
hati kita tenang, sedangkan berbohong membat hati
jadi was-was.
C.
Macam-Macam Kejujuran
Menurut tempatnya,
jujur itu ada
beberapa macam, yaitu
1. Jujur dalam niat dan kehendak, yaitu
motivasi bagi setiap gerak dan langkah seseorang dalam rangka menaati perintah
Allah Swt. dan ingin mencapai
riḍaNya. Jujur sesungguhnya berbeda dengan pura-pura jujur.
Orang yang pura-pura jujur berarti tidak ikhlas dalam berbuat.
2. Jujur dalam
ucapan, yaitu memberitakan sesuatu sesuai dengan realitas yang terjadi, kecuali untuk kemaslahatan yang dibenarkan dengan ikhlas oleh syari’at
seperti dalam kondisi
perang, mendamaikan dua orang yang bersengketa, dan semisalnya. Setiap
hamba berkewajiban menjaga
lisannya, yakni berbicara jujur dan dianjurkan menghindari kata-kata
sindiran karena hal itu sepadan dengan kebohongan.
3.
Jujur dalam perbuatan,
yaitu seimbang antara
lahiriah dan batiniah hingga tidaklah berbeda
antara amal lahir
dan amal batin.
Jujur dalam perbuatan
ini jugaberartimelaksanakansuatupekerjaansesuaidenganyangdiriḍaiAllah
Swt. dan melaksanakannya secara terus-menerus dan ikhlas. Merealisasikan kejujuran,
baik jujur dalam hati, jujur dalam perkataan,
maupun jujur dalam perbuatan
membutuhkan kesungguhan. Adakalanya
kehendak untuk jujur itu lemah,
adakalanya pula menjadi kuat.
D. Petaka Kebohongan
Kebohongan akan
menghantarkan pelakunya tidak dipercaya lagi oleh orang lain. Ketika seseorang sudah berani menutupi
kebenaran, bahkan menyelewengkan kebenaran untuk
tujuan jahat, ia
telah melakukan kebohongan.
Kebohongan yang dilakukannya itu
telah membawa kepada apa yang dikhianatinya itu.
E. Hikmah Perilaku
Jujur
Beberapa hikmah yang dapat dipetik dari
perilaku jujur, antara lain sebagai berikut.
1. Perasaan
enak dan hati tenang,
jujur akan membuat kita menjadi
tenang, tidak takut akan
diketahui kebohongannya karena memang tidak berbohong.
2. Mendapatkan kemudahan dalam hidupnya.
3. Selamat dari azab dan bahaya.
4. Dijamin masuk surga.
5. Dicintai oleh Allah
Swt. dan rasul-Nya.
Perilaku jujur bisa diterapkan dalam
berbagai hal dalam
kehidupan sehari-hari, baik di
sekolah, di rumah, maupun di lingkungan masyarakat di mana kita tinggal.
Berikut ini cara menerapkan perilaku jujur.
1.
Di sekolah, kita bisa meluruskan
niat untuk menuntut ilmu, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh ibu bapak guru, tidak menyontek
pekerjaan teman,
melaksanakan piket sesuai
jadwal, menaati peraturan
yang berlaku di sekolah,
berbicara secara benar
baik kepada guru, teman
ataupun orangorang yang ada di
lingkungan sekolah.
2. Di rumah, kita bisa meluruskan niat untuk berbakti kepada
orang tua, memberitakan hal yang
benar. Contohnya saat meminta uang untuk
kebutuhan suatu hal, tidak
menutup-nutupi suatu masalah pada
orang tua, tidak melebih-lebihkan
sesuatu hanya untuk membuat orang tua senang.
3. Di masyarakat, kita bisa melakukan kejujuran
dengan niat untuk membangun lingkungan yang baik, tenang, dan tenteram, tidak mengarang cerita yang membuat
suasana di lingkungan tidak kondusif, tidak membuat gosip. Ketika
diberi kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang diamanahkan, harus dipenuhi
dengan sungguh-sungguh, dan lain sebagainya.
BAB 3 KEPEDULIAN UMAT ISLAM TERHADAP JENAZAH
A. Perawatan Jenazah
Apabila seseorang telah dinyatakan positif meninggal
dunia, ada beberapa hal yang harus disegerakan dalam
pengurusan jenazah oleh
keluarganya, yaitu: memandikan, mengafani, menyalati dan
menguburnya. Namun, sebelum mayat
itu dimandikan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan terhadap kondisi jenazah, yaitu
seperti berikut.
1. Pejamkanlah
matanya dan mohonkanlah
ampun kepada Allah Swt. atas segala dosanya.
2. Tutuplah
seluruh badannya dengan kain sebagai
penghormatan dan agar tidak kelihatan auratnya.
3. Ditempatkan di tempat yang aman dari
jangkauan binatang.
4.
Bagi keluarga dan sahabat-sahabat dekatnya tidak dilarang mencium si mayat.
1.
Memandikan Jenazah
Syarat-syarat wajib memandikan jenazah
a. Jenazah itu orang Islam.
b. Didapati tubuhnya
walaupun sedikit.
c. Bukan mati
syahid (mati dalam
peperangan untuk membela
agama Islam seperti yang terjadi
pada masa Nabi Muhammad saw.).
Yang
berhak memandikan jenazah
a. Apabila
jenazah itu laki-laki,
yang memandikannya hendaklah
laki-laki pula. Perempuan tidak
boleh memandikan jenazah
laki-laki, kecuali istri dan
mahram-nya.
b. Apabila jenazah
itu perempuan, hendaklah dimandikan
oleh perempuan pula, laki-laki
tidak boleh memandikan kecuali suami atau
mahram-nya.
c. Apabila jenazah
itu seorang istri, sementara suami
dan mahram-nya ada semua, suami lebih berhak untuk
memandikan istrinya.
d. Apabila jenazah
itu seorang suami, sementara istri
dan mahram-nya ada semua, istri lebih berhak untuk
memandikan suaminya.
Kalau mayat anak laki-laki masih kecil, perempuan boleh memandikannya. Begitu juga kalau mayat anak perempuan masih kecil, laki-laki boleh memandikannya.
Berikut ini tata
cara memandikan jenazah
a. Di
tempat tertutup agar yang melihat hanya
orang-orang yang memandikan dan yang mengurusnya saja.
b. Mayat diletakkan
di tempat yang tinggi seperti
dipan.
c. Dipakaikan kain basahan seperti sarung agar auratnya
tidak terbuka.
d. Mayat didudukkan
atau disandarkan pada
sesuatu, lantas disapu perutnya sambil ditekan pelan-pelan agar
semua kotorannya keluar, lantas dibersihkan dengan tangan kirinya, dianjurkan
mengenakan sarung tangan. Dalam hal ini
boleh memakai wangi-wangian
agar tidak terganggu
bau kotoran si mayat.
e.
Setelah itu hendaklah
mengganti sarung tangan untuk
membersihkan mulut dan gigi si
mayat.
f. Membersihkan semua kotoran dan
najis.
g. Mewudhukan, setelah
itu membasuh seluruh badannya.
h.
Disunahkan membasuh tiga sampai
lima kali. Air untuk memandikan mayat
sebaiknya dingin. Kecuali udara sangat
dingin atau terdapat kotoran yang sulit
dihilangkan, boleh menggunakan air
hangat.
2. Mengafani Jenazah
Pembelian kain kafan
diambilkan dari uang si mayat
sendiri. Apabila tidak ada, orang yang selama ini menghidupinya yang membelikan kain kafan. Jika ia tidak mampu,
boleh diambilkan dari
uang kas masjid,
atau kas RT/RW,
atau yang lainnya secara sah.
Apabila tidak ada sama sekali, wajib atas orang muslim yang mampu untuk
membiayainya.
Kain kafan paling
tidak satu lapis. Sebaiknya tiga
lapis bagi mayat laki-laki dan
lima lapis bagi
mayat perempuan. Setiap
satu lapis di antaranya merupakan kain basahan.
Abu Salamah ra.
menceritakan, bahwa ia pernah
bertanya kepada ‘Aisyah ra. “Berapa
lapiskah kain kafan
Rasulullah saw.?” “Tiga
lapis kain putih,” jawab
Aisyah. (HR. Muslim).
Cara membungkusnya adalah hamparkan kain kafan helai demi helai dengan menaburkan kapur barus pada
tiap lapisnya. Kemudian,
si mayat diletakkan di atasnya.
Kedua tangannya dilipat di atas dada
dengan tangan kanan di atas
tangan kiri. Mengafaninya pun tidak boleh
asal-asalan. “Apabila kalian mengafani
mayat saudara kalian,
kafanilah sebaik-baiknya.”
3. Menyalati Jenazah
Orang yang meninggal
dunia dalam keadaan Islam berhak untuk di-ṡalatkan. Sabda
Rasulullah saw. “Ṡalatkanlah
orang-orang yang telah
mati.” (HR. Ibnu Majah). “Salatkanlah
olehmu orang-orang yang mengucapkan: “Lailaaha Illallah.”(HR.Daruquṭni). Dengan
demikian, jelaslah bahwa orangyangberhakdiṡalatiialahorang
yang meninggal dunia
dalam keadaan beriman kepada
Allah Swt. Adapun orang yang
telah murtad dilarang untuk disalati.
syarat mayat yang disalati
1. suci, baik suci badan, tempat, dan pakaian.
2. sudah dimandikan dan dikafani.
3. jenazah sudah berada di depan orang
yang menyalatkan atau sebelah kiblat.
4. Mengubur Jenazah
Perihal mengubur jenazah ada beberapa
penjelasan sebagai berikut.
1.
Rasulullah saw. menganjurkan agar jenazah segera dikuburkan, sesuai
sabdanya:
2.
Sebaiknya menguburkan jenazah pada siang hari. Mengubur mayat pada malam hari diperbolehkan apabila
dalam keadaan terpaksa seperti karena
bau yang sangat menyengat
meskipun sudah diberi wangi-wangian, atau
karena sesuatu hal lain yang harus disegerakan untuk dikubur.
3.
Anjuran meluaskan lubang kubur. Rasulullah saw. pernah
mengantar jenazah sampai di kuburnya. Lalu, beliau
duduk di tepi lubang kubur, dan
bersabda, “Luaskanlah pada bagian
kepala, dan luaskan juga
pada bagian kakinya. Ada beberapa kurma baginya di surga.” (HR. Ahmad
dan Abu Dawud)
4. Boleh
menguburkan dua tiga jenazah dalam satu
liang kubur. Hal itu dilakukan sewaktu usai perang Uhud. Rasulullah saw. bersabda, “Galilah dan dalamkanlah. Baguskanlah dan
masukkanlah dua atau tiga orang di
dalam satu liang kubur. Dahulukanlah (masukkan lebih dulu)
orang yang paling banyak
hafal alQur’ān.” (HR. Nasai dan Tirmidzi dari Hisyam bin Amir ra.)
5.
Bacaan meletakkan mayat dalam
kubur. Apabila meletakkan mayat
dalam kubur, Rasulullah saw. membaca:
Dalam riwayat lain, Rasulullah saw.
membaca:
6. Larangan memperindah kuburan. Jabir ra.
menerangkan, “Rasulullah saw. melarang
mengecat kuburan, duduk, dan membuat bangunan di atasnya.” (HR. Muslim)
7. Sebelum dikubur, ahli waris atau keluarga
hendaklah bersedia menjadi penjamin atau menyelesaikan atas hutang-hutang si
mayat jika ada, baik dari harta yang ditinggalkannya atau
dari sumbangan keluarganya.
Nabi Muhammad saw. bersabda: “Diri orang mu’min itu tergantung
(tidak sampai ke
hadirat Tuhan), karena hutangnya,
sampai dibayar dahulu utangnya itu (oleh
keluarganya).” (HR. Ahmad dan Tirmidzi dari
Abu Hurairah ra.)
B. Ta’ziyyah
(Melayat)
Ta’ziyyah atau
melayat adalah mengunjungi orang yang sedang tertimpa musibah kematian salah seorang keluarganya dalam rangka menghibur
atau memberi semangat. Para
mu’azziy³n (orang laki-laki yang ber-ta’ziyyah) atau mu’azziyāt (orang perempuan yang ber-ta’ziyyah)
hendaknya memberikan dorongan kekuatan
mental atau menasihati
agar orang yang tertimpa musibah tetap sabar dan tabah menghadapi musibah ini.
Umayah ra. mengatakan
bahwa anak perempuan
Rasulullah saw. menyuruh seseorang untuk
memanggil dan memberi tahu beliau bahwa
anaknya dalam keadaan hampir mati. Lalu, beliau bersabda, “Kembalilah engkau kepadanya.
Katakan bahwa segala yang diambil dan yang diberikan, bahkan
apa pun yang ada di hadapan kita
kepunyaan Allah. Dialah yang menentukan ajalnya, maka suruhlah
ia sabar dan tunduk kepada perintah.”
(HR. Bukhari Muslim)
Adab (etika)
orang ber-ta’ziyyah antara lain seperti
berikut.
1. Menyampaikan doa untuk
kebaikan dan ampunan terhadap orang yang meninggal serta kesabaran bagi orang
yang ditinggal.
2. Hindarilah
pembicaraan yang menambah sedih keluarga yang ditimpa musibah.
3. Hindarilah canda-tawa apalagi sampai
terbahak-bahak.
4. Usahakan turut
menyalati mayat dan turut
mengantarkan ke pemakaman sampai selesai
penguburan.
5. Membuatkan makanan bagi
keluarga yang ditimpa musibah.
Demikian
diperintahkan Rasulullah saw. kepada
keluarganya sewaktu keluarga
Ja’far ditimpa kematian (HR. Lima Ahli
Hadis kecuali Nasai).
C. Ziarah Kubur
Ziarah artinya berkunjung,
kubur artinya kuburan.
Ziarah kubur artinya berkunjung ke kuburan. Awalnya Rasulullah saw. melarang umat Islam untuk berziarah kubur
karena dikhawatirkan akan melakukan sesuatu hal yang tidak baik, misalnya menangis
di atas kuburan, bersedih, meratapi,
bahkan yang lebih bahaya adalah mengultuskan mayat yang ada di kuburan. Akan tetapi,
karena
mengingat mati itu
penting, dan di antara mengingat mati
adalah ziarah kubur, Rasulullah saw.
menganjurkan berziarah dengan tujuan untuk mengingat mati. Rasulullah saw. bersabda:
Di antara hikmah dari ziarah kubur ini antara lain seperti berikut.
1. Mengingat
kematian.
2. Dapat bersikap
zuhud (menjauhkan diri dari sifat
keduniawian).
3. Selalu ingin berbuat
baik sebagai bekal kelak di alam
kubur dan hari akhir.
4.
Mendoakan si mayat
yang muslim agar diampuni
dosanya dan diberi kesejahteraan di akhirat.
Adab atau etika berziarah kubur, yaitu:
1. Ketika mau berziarah, niatkan
dengan ikhlas karena Allah Swt.,
tunduk hati dan merasa diawasi oleh
Allah Swt.
2. Sesampai di pintu
kuburan, ucapkan salam sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw.:
3. Tidak banyak bicara mengenai urusan dunia di
atas kuburan.
4. Berdoa untuk ampunan
dan kesejahteraan si mayat di alam
barzah dan akhirat kelak.
5. Diusahakan
tidak berjalan melangkahi
kuburan atau menduduki
nisan (tanda kuburan).
Kita sebagai muslim harus peduli dengan orang lain,
terutama yang berada di sekitar kita.
Ketika ada orang yang
meninggal atau musibah lainnya, selayaknya kita harus memperlihatkan perilaku-perilaku mulia antara
lain seperti berikut.
1. Segera mengunjungi
keluarga yang terkena
musibah, mendoakan mayat,
mengucapkan turut berduka kepada keluarga yang ditinggalkan.
2. Membantu
persiapan pengurusan jenazah
seperti memandikan, mengafani,
menyalati, dan menguburkan.
3.
Memberikan bantuan kepada
keluarga korban untuk memperingan
bebannya sesuai kemampuan kita.
4.
Menghibur keluarga korban dengan ungkapan-ungkapan optimistis dan
nasihat tentang kesabaran dan ketabahan.
A. Pengertian
Khutbah, Tablig, dan Dakwah
Makna khutbah,
tablig, dan dakwah hampir
sama, yaitu menyampaikan
pesan kepada orang lain. Secara
etimologi (lugawi/bahasa), makna
ketiganya dapat diuraikan sebagai
berikut.
1. Khutbah berasal dari
kata:
bermakna memberi nasihat dalam
kegiatan ibadah seperti;
ṡalat (ṡalat Jumat,
Idul Fitri, Idul
Adha, Istisqo, Kusuf), wukuf, dan
nikah. Menurut istilah, khutbah berarti
kegiatan ceramah kepada sejumlah orang Islam dengan syarat dan rukun tertentu
yang berkaitan langsung dengan
keabsahan atau kesunahan
ibadah. Misalnya khutbah Jumat
untuk ṡalat Jum’at,
khutbah nikah untuk
kesunahan akad nikah. Khutbah diawali dengan hamdallah,
salawat, wasiat taqwa, dan doa. 2. Tabligh berasal dari kata:
yang berarti menyampaikan, memberitahukan dengan lisan. Menurut istilah, tablig adalah kegiatan menyampaikan ‘pesan’ Allah Swt. secara lisan kepada satu orang Islam atau lebih untuk diketahui dan diamalkan isinya. Misalnya, Rasulullah saw. memerintahkan kepada sahabat yang datang di majlisnya untuk menyampaikan suatu ayat kepada sahabat yang tidak hadir. Dalam pelaksanaan tablig, seorang mubaligh (yang menyampaikan tablig) biasanya menyampaikan tablig-nya dengan gaya dan retorika yang menarik. Ada pula sekarang istilah tabl³g akbar, yaitu kegiatan menyampaikan “pesan” Allah Swt. dalam jumlah pendengar yang cukup banyak.
3. Dakwah berasal dari kata:
yang berarti memanggil, menyeru, mengajak pada sesuatu hal. Menurut istilah, dakwah adalah kegiatan mengajak orang lain, seseorang atau lebih ke jalan Allah Swt. secara lisan atau perbuatan. Di sini dikenal adanya da’wah billisān dan da’wah bilhāl. Kegiatan bukan hanya ceramah, tetapi juga aksi sosial yang nyata. Misalnya, santunan anak yatim, sumbangan untuk membangun fasilitas umum, dan lain sebagainya.
B. Pentingnya
Khutbah, Tablig, dan Dakwah
1. Pentingnya Khutbah
Sebagaimana dijelaskan di
atas, bahwa khutbah masuk pada aktivitas
ibadah. Maka, khutbah tidak
mungkin bisa ditinggalkan karena akan membatalkan rangkaian aktivitas ibadah.
Contoh, apabila ṡalat Jumat
tidak ada khutbahnya, ṡalat Jumat tidak
sah. Apabila wukuf di Arafah tidak
ada khutbahnya, wukufnya tidak
sah. Sesungguhnya, khutbah
merupakan kesempatan yang sangat
besar untuk berdakwah dan
membimbing manusia menuju
ke-riḍa-an Allah Swt. Hal
ini jika khutbah dimanfaatkan
sebaik-baiknya, dengan menyampaikan
materi yang dibutuhkan oleh hadirin
menyangkut masalah
kehidupannya, dengan ringkas,
tidak panjang lebar, dan dengan cara yang menarik serta tidak membosankan.
Khutbah memiliki kedudukan yang agung
dalam syariat Islam sehingga sepantasnya seorang khatib melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Seorang khathib
harus memahami aqidah yang ṡaḥ³hah (benar)
sehingga dia tidak sesat
dan menyesatkan orang
lain. Seorang khatib
seharusnya memahami fiqih sehingga mampu membimbing manusia dengan cahaya syariat menuju jalan yang lurus. Seorang khatib
harus memperhatikan keadaan masyarakat,
kemudian mengingatkan mereka dari
penyimpangan-penyimpangan dan mendorong
kepada ketaatan. Seorang khathib
sepantasnya juga seorang yang ṡālih,
mengamalkan ilmunya, tidak melanggar
larangan sehingga akan memberikan
pengaruh kebaikan kepada para
pendengar.
2. Pentingnya Tablig
Salah
satu sifat wajib
bagi rasul adalah
tablig, yakni menyampaikan
wahyu dari Allah Swt. kepada
umatnya. Semasa Nabi
Muhammad saw. masih
hidup, seluruh waktunya dihabiskan
untuk menyampaikan wahyu kepada
umatnya. Setelah Rasulullah saw. wafat,
kebiasaan ini dilanjutkan oleh
para sahabatnya, para tabi’in
(pengikutnya sahabat), dan tabi’it-tabi’in (pengikut pengikutnya sahabat).
Setelah mereka semuanya
tiada, siapakah yang akan
meneruskan kebiasaan menyampaikan ajaran
Islam kepada orang-orang
sesudahnya? Kita sebagai
siswa muslim punya tanggung jawab untuk meneruskan kebiasaan bertabligh tersebut.
Banyak yang menyangka
bahwa tugas tablig hanyalah
tugas alim ulama saja. Hal itu
tidak benar. Setiap orang yang mengetahui
kemungkaran yang terjadi di
hadapannya, ia wajib mencegahnya atau menghentikannya, baik dengan tangannya
(kekuasaanya), mulutnya (nasihat), atau dengan hatinya (bahwa ia tidak ikut
dalam kemungkaran tersebut).
Seseorang tidak mesti menjadi ulama terlebih dulu.
Siapa pun yang melihat kemungkaran
terjadi di depan matanya, dan ia
mampu menghentikannya, ia
wajib menghentikannya. Bagi
yang mengerti suatu permasalahan agama, ia mesti menyampaikannya kepada yang lain, siapa pun mereka.
3. Pentingnya Dakwah
Salah satu kewajiban umat Islam adalah berdakwah. Sebagian ulama ada yang menyebut
berdakwah itu hukumnya farḍu kifayah
(kewajiban kolektif), sebagian lainnya menyatakan farḍu ain. Meski begitu, Rasulullah saw. tetap selalu
mengajarkan agar seorang muslim
selalu menyeru pada jalan kebaikan
dengan cara-cara yang baik.
Setiap dakwah hendaknya bertujuan
untuk mewujudkan kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan di
akhirat dan mendapat riḍa dari
Allah Swt. Nabi Muhammad saw.
mencontohkan dakwah kepada umatnya
dengan berbagai cara melalui
lisan, tulisan dan perbuatan.
Rasulullah saw. memulai dakwahnya kepada istri, keluarga, dan temanteman
karibnya hingga raja-raja yang berkuasa
pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Rasulullah
saw. adalah Kaisar Heraklius dari
Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra
dari Persia (Iran), dan Raja Najasyi
dari Habasyah (Ethiopia). Ada beberapa
metode dakwah yang bisa dilakukan seorang muslim menurut syariat.
C. Ketentuan
Khutbah, Tablig, dan Dakwah
1. Ketentuan Khutbah
a. Syarat khatib
1) Islam
2)
Ballig
3) Berakal sehat
4) Mengetahui
ilmu agama
b. Syarat dua khutbah
1) Khutbah dilaksanakan sesudah masuk
waktu dhuhur
2) Khatib duduk di antara
dua khutbah
3) Khutbah diucapkan dengan
suara yang keras dan jelas
4) Tertib
c. Rukun khutbah
1) Membaca hamdallah
2) Membaca syahadatain
3) Membaca shalawat
4) Berwasiat taqwa
5) Membaca ayat
al-Qur’ān pada salah satu khutbah
6) Berdoa pada khutbah kedua
d. Sunah khutbah
1) Khatib berdiri ketika khutbah
2) Mengawali
khutbah dengan memberi salam
3) Khutbah
hendaknya jelas, mudah dipahami, tidak
terlalu panjang
4) Khatib menghadap
jamaah ketika khutbah
5) Menertibkan rukun khutbah
6) Membaca surat
al-Ikhlās ketika duduk di antara
dua khutbah
Keterangan:
a. Pada
prinsipnya ketentuan dan tata cara khutbah, baik ṡalat
Jumat, Idul Fitri, Idul
Adha, ṡalat khusuf, dan
ṡalat khusuf sama. Perbedaannya terletak pada waktu
pelaksanaannya, yaitu dilaksanakan
setelah ṡalat dan
diawali dengan takbir.
b. Khutbah wukuf
adalah khutbah yang dilaksanakan pada saat wukuf di Arafah. Khutbah wukuf
salah satu rukun wukuf setelah melaksanakan
ṡalat zuhur dan ashar di-qaṡar. Khutbah wukuf hampir sama dengan
khutbah Jumat. Perbedaannya
terletak pada waktu pelaksanaan, yakni dilaksanakan ketika wukuf di Arafah.
2.
Ketentuan Tablig
a. Syarat
muballig
1) Islam,
2) Ballig,
3)
Berakal,
4) Mendalami ajaran Islam.
b. Etika dalam menyampaikan tabligh
1)
Bersikap lemah lembut, tidak kasar, dan tidak merusak.
2) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
3) Mengutamakan musyawarah dan
berdiskusi untuk memperoleh kesepakatan bersama.
4) Materi
dakwah yang disampaikan harus mempunyai
dasar hukum yang kuat dan jelas sumbernya.
5) Menyampaikan dengan ikhlas dan sabar,
sesuai dengan kondisi, psikologis dan sosiologis para pendengarnya atau
penerimanya.
6) Tidak menghasut orang
lain untuk bermusuhan, merusak, berselisih, dan mencari-cari kesalahan orang
lain.
3. Ketentuan Dakwah
Orang yang melaksanakan dakwah disebut da’i. Ada dua
cara berdakwah, yaitu
dengan lisan (da’wah
billisān) dan dengan perbuatan (da’wah bilhāl).
a.
Syarat da’i
1) Islam,
2) Ballig,
3)
Berakal,
4) Mendalami ajaran Islam.
b. Etika dalam
berdakwah:
1) Dakwah dilaksanakan dengan
hikmah, yaitu ucapan yang jelas, tegas dan sikap yang bijaksana.
2) Dakwah dilakukan dengan
mauiẓatul hasanah atau
nasihat yang baik, yaitu
cara persuasif (tanpa kekerasan)
dan edukatif (memberikan pengajaran).
3) Dakwah dilaksanakan dengan memberi contoh yang baik (uswatun hasanah).
4) Dakwah dilakukan dengan mujādalah, yaitu diskusi atau tukar pikiran yang berjalan
secara dinamis dan santun serta menghargai pendapat orang lain.
Kita sebagai
umat Islam harus bisa mengaplikasikan nilai-nilai
khutbah, tablig, dan dakwah di
mana saja berada. Cara untuk mewujudkan perilaku-perilaku tersebut antara lain
sebagai berikut.
1. Ketika melaksanakan
ṡalat Jumat, hendaklah
mengamati dan menyimak khutbah yang disampaikan khātib. Bagaimana etikanya,
bacaan-bacaan yang dibacanya, serta
urutannya. Dengan memperhatikan khatib secara utuh diharapkan suatu saat nanti bisa
tampil sebagai khatib pada waktu ṡalat Jumat.
2.
Ketika melihat kemungkaran di sekitar kita (contohnya pacaran, mencuri,
tawuran, menyontek, dan lain
sebagainya), kita harus mencegahnya dengan memberikan alasan yang logis, baik atas dasar agama maupun
sosial dan yang lainnya. Cara mencegahnya dengan tangan (kekuasaan), apabila tidak mampu, dengan lisan; apabila tidak mampu cukup dalam hati saja bahwa kita tidak ikut berbuat yang
dilarang.
3. Ketika melihat
sesuatu yang baik (baik menurut agama
maupun masyarakat),
mencontohlah. Dimulai dari
diri sendiri, dari
yang terkecil, dan dari sekarang.
Tidak boleh ditunda-tunda.
4.
Melibatkan diri secara aktif pada kegiatan-kegiatan keagamaan
seperti: peringatan hari besar
Islam (Maūlid Nabi Muhammad
saw., Isrā’ Mi’rāj, Nuzulul Qur’ān, dan
lain-lain) baik di
lingkungan sekolah maupun masyarakat.
5. Memprakarsai kegiatan dakwah Islam
di sekolah, remaja masjid,
karang taruna, dakwah kampus, dan lain sebagainya.
\
Dalam berdakwah minimal ada dua cara, yaitu dakwah dengan
lisan (da’wah billisān) dan dakwah dengan perbuatan (da’wah bilhāl). Dakwah billisan artinya dakwah yang dilakukan dengan
berkata-kata, ceramah, tabl³g akbar, dan sebagainya. Dakwah bilhal
artinya dakwah yang dilakukan dengan berbuat, seperti menyantuni fakir miskin, yatim piatu, menyumbang
untuk fasilitas sosial, dan
sebagainya.
Sumber : Resume Buku PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI Kelas XI
1 komentar:
Tidak ada tugas pak?
Posting Komentar