Kamis, 10 Desember 2015

Materi PAI Kelas XI Semester1 BAB 1 - 4

Kamis, 10 Desember 2015

BAB 1 AL-QUR'AN SEBAGAI PEDOMAN HIDUP

peta konsep

A.  Pentingnya Mengimani Kitab-Kitab  Allah Swt. 

Iman kepada  kitab  Allah Swt. artinya  meyakini  sepenuh hati  bahwa Allah Swt. telah menurunkan kitab kepada nabi atau rasul yang berisi wahyu untuk disampaikan  kepada seluruh umat  manusia. Di dalam al-Qur’ān  disebutkan bahwa ada 4 kitab  Allah  Swt. yang  diturunkan kepada  para  nabi-Nya,  yaitu; 
  • Taurāt diturunkan  kepada Nabi Musa as., 
  • Zabūr  kepada  Nabi  Daud as.,  
  • Injil kepada  Nabi  Isa as., dan  
  • al-Qur’ān kepada Nabi Muhammad saw. 
Firman  Allah  Swt dalam QS. Al-Maidah/5:48 :


Kitab-kitab  yang  dimaksud  pada ayat di atas adalah  kitab yang berisi peraturan,  ketentuan,  perintah, dan larangan  yang dijadikan  pedoman bagi umat  manusia. Semua kitab  tersebut berisi ajaran pokok yang sama, yaitu ajaran meng-esa-kan Allah  (tauhid). 

B.  Pengertian Kitab dan  Ṡuḥuf 

Kitab merupakan  wahyu  Allah  Swt. yang disampaikan  kepada  para rasul  untuk  disampaikan  kepada  manusia  sebagai  petunjuk  dan  pedoman  hidup. Perbedaan antara kitab dan  ṡuḥuf  bisa dilihat pada tabel berikut. 

Di dalam  al-Qur’ān  disebutkan adanya  ṡuḥuf  yang dimiliki Nabi Musa as. dan Nabi Ibrahimas.Perhatikan firman Allah Swt. berikut ini: 

C.  Kitab-Kitab  Allah Swt. dan Para Penerimanya

1.  Kitab Taurāt  
Kata  taurat  berasal  dari  bahasa Ibrani  (thora:  instruksi).  Kitab  Taurāt  adalah salah satu kitab  suci yang diwahyukan  Allah Swt. kepada  Nabi Musa as. untuk menjadi  petunjuk dan  bimbingan  baginya  dan  bagi  Bani  Israil.  Firman  Allah  Swt: 

Taurāt  merupakan  salah satu dari tiga komponen (Thora,  Nabin, dan  Khetubin) yang terdapat  dalam  kitab suci agama  Yahudi yang disebut  Biblia  (al-Kitab), yang belakangan  oleh orang-orang  Kristen  disebut  Old  Testament (Perjanjian Lama). Isi pokok Kitab  Taurāt  dikenal  dengan Sepuluh Hukum  (Ten Commandements) atau Sepuluh  Firman  yang  diterima  Nabi  Musa as. di atas Bukit  Tursina (Gunung Sinai). Sepuluh Hukum tersebut  berisi  asas-asas keyakinan (akidah) dan asas-asas kebaktian (syar³'ah), seperti berikut.
1.  Hormati dan cintai  Allah satu saja, 
2.  Sebutkan nama  Allah dengan hormat, 
3.  Kuduskan hari  Tuhan (hari ke-7 atau hari Sabtu), 
4.  Hormati ibu bapakmu, 
5.  Jangan membunuh, 
6.  Jangan berbuat cabul, 
7.  Jangan mencuri, 
8.  Jangan berdusta, 
9.  Jangan ingin berbuat cabul, 
10. Jangan ingin memiliki barang orang lain dengan cara yang tidak halal.

2.   Kitab Zabūr
Kata  zabur  (bentuk jamaknya  zubūr) berasal dari  zabara-yazburu-zabr  yang berarti  menulis. Makna aslinya adalah  kitab  yang tertulis.  Zabūr dalam  bahasa  Arab dikenal dengan sebutan mazmūr  (jamaknya  mazāmir),  dan dalam  bahasa Ibrani disebut  mizmar, yaitu nyanyian rohani yang  dianggap  suci.  Sebagian  ulama  menyebutnya Mazmūr,  yaitu  salah  satu  kitab  suci  yang  diturunkan sebelum  al-Qur’ān  (selain  Taurāt   dan  Injil  ). Dalam bahasa Ibrani, istilah  zabur  berasal dari kata  zimra, yang berarti “lagu atau musik”, zamir  (lagu)  dan  mizmor  (mazmur),  merupakan pengembangan  dari  kata  zamar,  artinya  “nyanyi, nyanyian  pujian”.  Zabūr  adalah  kitab  suci yang diturunkan  Allah Swt. kepada  kaum  Bani  Israil  melalui  utusannya yang bernama Nabi Daud as. Ayat yang menegaskan keberadaan Kitab Zabūr antara lain: 

Kitab  Zabūr  berisi kumpulan ayat-ayat  yang dianggap suci.  Ada 150 surah  dalam  Kitab  Zabūr  yang  tidak  mengandung  hukum-hukum,  tetapi  hanya  berisi nasihat-nasihat, hikmah, pujian, dan sanjungan kepada  Allah Swt. Secara  garis  besar,  nyanyian  rohani  yang  disenandungkan  oleh  Nabi  Daud  as. dalam Kitab  Zabūr  terdiri atas lima macam: 
1.  nyanyian untuk memuji  Tuhan (liturgi), 
2.  nyanyian perorangan sebagai ucapan syukur, 
3.  ratapan-ratapan jamaah, 
4.  ratapan dan doa individu, dan 
5.  nyanyian untuk raja.

Nyanyian pujian dalam Kitab  Zabūr  (Mazmur: 146) antara lain: 
1.  Besarkanlah olehmu akan  Tuhan hai jiwaku,  pujilah  Tuhan. 
2. Maka aku akan memuji Tuhan. seumur hidupku, dan aku akan nyanyi pujian-pujian kepada  Tuhanku selama aku ada. 
3.  Janganlah  kamu percaya  pada raja-raja  atau  anak-anak  Adam yang tiada mempunyai pertolongan. 
4.  Maka putuslah nyawanya dan kembalilah  ia  kepada  tanah  asalnya  dan pada hari itu hilanglah segala daya upayanya. 
5.  Maka berbahagialah  orang yang memperoleh  Ya’qub sebagai penolongnya dan yang menaruh harap kepada  Tuhan. 
6.  Yang menjadikan  langit, bumi dan laut serta segala isinya, dan yang menaruh setia sampai selamanya. 
7.  Yang membela  orang yang teraniaya  dan yang memberi  makan  orang yang lapar. Bahwa Tuhan membuka rantai orang yang terpenjara.

3.  Kitab Injil 
Kitab  Injil  diwahyukan  oleh Allah Swt. kepada Nabi Isa as. Kitab  Injil  yang asli memuat keterangan-keterangan  yang benar dan nyata, yaitu  perintah-perintah Allah Swt. agar manusia  meng-esa-kan dan tidak menyekutukan-Nya  dengan suatu  apa  pun.  Ada pula  penjelasan, bahwa di dalam  Kitab  Injil  terdapat keterangan  bahwa di  akhir  zaman  akan lahir  nabi  yang  terakhir  dan  penutup  para nabi  dan rasul, yaitu  bernama  Ahmad atau Muhammad saw.  Kitab  Injil  diturunkan  kepada  Nabi Isa as. sebagai  petunjuk  dan cahaya  penerang  bagi manusia.  Kitab  Injil  sebagaimana dijelaskan  dalam  al-Qur’ān, bahwa Isa as. untuk mengajarkan tauhid kepada umatnya  atau  pengikutnya.  Tauhid di sini artinya  meng-esa-kan  Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Penjelasan ini tertulis dalam  Q.S.  al-Ḥadid  /57: 27.

Kitab  Injil  yang  sekarang memuat  tulisan  dan  catatan  perihal  kehidupan  atau  sejarah  hidupnya  Nabi  Isa as. Kitab ini ditulis menurut versi penulisnya, yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Yahya (Yohana). Mereka adalah bukan dari orang-orang yang dekat dengan masa hidupnya  Nabi Isa as. Sejarah mencatat  sebenarnya  masih  ada  lagi  Kitab  Injil versi Barnaba. Isi dari  Injil Barnaba  ini sangat berbeda  dengn isi Kitab  Injil  empat macam yang tersebut di atas.

4.  Kitab al-Qur’ān 
 Al-Qur’ān  diturunkan  Allah  Swt. kepada  Nabi  Muhammad  saw. melalui Malaikat  Jibril.  Al-Qur’ān  diturunkan  tidak sekaligus, melainkan  secara berangsurangsur. Waktu  turun  al-Qur’ān  selama kurang  lebih  23 tahun  atau  tepatnya    22 tahun  2 bulan  22 hari.  Terdiri atas  30 juz, 114 surat, 6.236 ayat, 74.437 kalimat,  dan 325.345 huruf. 

Wahyu pertama adalah surah  al-‘Alaq ayat  1-5, diturunkan  pada malam  17 Ramaḍan  tahun  610  M. di  Gua  Hira,  ketika Nabi  Muhammad saw. sedang ber-khalwat. Dengan diterimanya wahyu pertama ini, Nabi Muhammad  saw. diangkat sebagai Rasul,  yaitu  manusia  pilihan  Allah  Swt. yang  diberi  wahyu untuk  disampaikan kepada  umatnya. Mulai  saat itu,  Rasulullah  saw. diberi  tugas oleh  Allah  Swt. untuk menyampaikan risalah-Nya kepada seluruh umat manusia. Wahyu yang terakhir  turun adalah  Q.S.  al-Māidah  ayat  3.  Ayat tersebut  turun pada  tanggal  9  Ḍulhijjah  tahun  10 Hijriyah  di  Padang  Arafah,  ketika  itu   beliau sedang  menunaikan  haji  wada’ (haji  perpisahan).  Beberapa  hari  sesudah  menerima wahyu tersebut, Nabi Muhammad saw. wafat. 

Al-Qur’ān  yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. menghapus sebagian  syariat yang tertera  dalam  kitab-kitab  terdahulu dan melengkapinya dengan tuntunan  yang sesuai dengan perkembangan  zaman.  Al-Qur’ān  merupakan kitab suci terlengkap dan berlaku bagi semua umat manusia sampai akhir zaman. Oleh karena itu, sebagai  muslim,  kita  tidak  perlu meragukannya sama sekali. Firman  Allah  Swt.: Artinya:  “Kitab  (al-Qur’ān)  ini  tidak  ada  keraguan  padanya;  petunjuk  bagi mereka yang bertakwa.”  (Q.S.  al-Baqarah/2: 2)


5.  Nama-Nama Lain al-Qur’ān 
a.  Al-Hudā, artinya  al-Qur’ān  sebagai petunjuk seluruh umat manusia.
b.  Al-Furqān, artinya  al-Qur’ān  sebagai pembeda antara  yang baik dan buruk. 
c.  Asy-Syifā', artinya  al-Qur’ān  sebagai penawar (obat penenang hati). 
d.  Aż-Żikr, artinya  al-Qur’ān  sebagai peringatan adanya ancaman dan balasan. 
e.  Al-Kitāb, artinya  al-Qur’ānadalahfirmanAllahSwt.yangdibukukan.

6.  Isi al-Qur’ān 
a.  Aqidah  atau  keimanan. 
b.  'Ibādah,  baik 'ibādah  maḥḍah  maupun  gairu maḥḍah. 
c.  Akhlaq  seorang hamba kepada  Khāliq,  kepada sesama manusia dan alam sekitarnya. 
d.  Mu’āmalah,  yaitu hubungan manusia dengan sesama manusia. 
e.  Qiṡṡah,  yaitu cerita  nabi dan rasul, orang-orang saleh, dan orang-orang yang ingkar. 
f. Semangat mengembangkan ilmu pengetahuan.

7.  Keistimewaan al-Qur’ān
a.  Sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa 
b.  Sebagai  informasi  kepada setiap  umat  bahwa nabi dan rasul terdahulu mempunyai  syariat  (aturan)  dan  caranya  masing-masing  dalam  menyembah Allah Swt. 
c.  Al-Qur’ān  sebagai kitab suci terakhir dan terjamin keasliannya. 
d.  Al-Qur’ān  tidak dapat tertandingi oleh ide-ide manusia yang ingin menyimpangkannya. 
e. Membaca dan mempelajari isi al-Qur’ān merupakan ibadah.

Bagi orang yang beriman kepada kitab-kitab  Allah Swt., ia akan melakukan perilaku mulia sebagai berikut. 
1.  Meyakini bahwa kitab-kitab suci sebelum  al-Qur’ān  datang dari  Allah Swt., tetapi  akhirnya  tidak  murni  lagi  sebab  dicampuradukkan  dengan  ide-ide manusia di zamannya. 
2.  Al-Qur’ān  sudah dijaga  kemurniannya  oleh  Allah  Swt. sampai  sekarang. Umat Islam juga sebagai penjaganya.  
3.  Menjadikan  al-Qur’ān  sebagai  petunjuk  dan pedoman  hidup, dan tidak  sekalikali berpedoman kepada selain  al-Qur’ān. 
4.  Berusaha untuk membaca  al-Qur’ān  dalam  segala kesempatan  di kala  suka maupun duka, kemudian belajar memahami arti dan isinya. 
5.  Berusaha untuk mengamalkan isi  al-Qur’ān  di dalam  kehidupan sehari-hari, baik di waktu sempit maupun di waktu lapang.

BAB 2 HIDUP NYAMAN DENGAN PERILAKU JUJUR

A.  Pentingnya Perilaku Jujur 

Jujur memiliki  arti  kesesuaian antara apa yang diucapkan atau diperbuat dengan kenyataan yang ada.  Jadi, kalau suatu berita  sesuai dengan keadaan yang  ada,  dikatakan  benar/jujur, tetapi  kalau  tidak,  dikatakan  dusta.  Allah  Swt. memerintahkan  kepada  kita  untuk  berlaku  benar  baik  dalam  perbuatan  maupun ucapan,sebagaimana firman-Nya dalam Q.S.  at-Taubah/9: 119
Artinya:  “Wahai  orang-orang yang  beriman! Bertakwalah  kepada  Allah,  dan bersamalah  kamu  dengan  orang-orang  yang  benar.”  (Q.S.  at-Taubah/9: 119) 

Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan. Kejujuran  merupakan  sifat  seorang yang beriman,  sedangkan lawannya,  dusta, merupakan sifat orang yang munafik.Ciri-ciri orang munafik adalah dusta,ingkar janji, dan khianat, sebagaimana sabda Rasulullah saw. berikut ini: 
Ibnul  Qayyim  berkata,  dasar  iman  adalah  kejujuran  (kebenaran),  sedangkan dasar nifaq  adalah  kebohongan  atau  kedustaan.  Tidak  akan pernah  bertemu  antara kedustaan dan keimanan  melainkan  akan saling bertentangan  satu sama lain. Allah Swt. menegaskan bahwa tidak  ada yang bermanfaat  bagi seorang hamba  dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya). 
B.  Keutamaan Perilaku Jujur

Kejujuran merupakan akhlak  mulia  yang  akan  mengarahkan  pemiliknya  kepada  kebajikan,  sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw., 
Pemilik  kejujuran  memiliki  kedudukan  yang  tinggi di  dunia  dan  akhirat.  
Dengan  kejujurannya,  seorang  hamba  akan  mencapai  derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan. 
Orang yang jujur akan dipermudah rezeki  dan segala urusannya. 
Kejujuran berbuah kepercayaan.  
Jujur membuat hati  kita  tenang, sedangkan berbohong membat  hati  jadi  was-was. 

C.  Macam-Macam Kejujuran

Menurut tempatnya,  jujur  itu  ada  beberapa  macam,  yaitu  
1.  Jujur dalam niat dan kehendak,  yaitu  motivasi bagi setiap gerak dan langkah seseorang dalam  rangka menaati  perintah  Allah Swt. dan  ingin  mencapai  riḍaNya.  Jujur  sesungguhnya berbeda dengan pura-pura jujur. Orang  yang  pura-pura jujur berarti tidak  ikhlas dalam berbuat.
2.  Jujur dalam  ucapan,  yaitu memberitakan  sesuatu sesuai dengan realitas  yang terjadi, kecuali  untuk kemaslahatan yang dibenarkan dengan ikhlas oleh  syari’at  seperti  dalam  kondisi  perang,  mendamaikan  dua  orang  yang bersengketa,  dan semisalnya.  Setiap  hamba  berkewajiban  menjaga  lisannya, yakni berbicara jujur dan dianjurkan menghindari kata-kata sindiran karena hal itu sepadan dengan kebohongan. 
3.  Jujur  dalam  perbuatan,  yaitu  seimbang  antara  lahiriah dan  batiniah  hingga tidaklah  berbeda  antara  amal  lahir  dan  amal  batin.  Jujur  dalam  perbuatan  ini jugaberartimelaksanakansuatupekerjaansesuaidenganyangdiriḍaiAllah Swt. dan melaksanakannya secara terus-menerus dan ikhlas. Merealisasikan kejujuran, baik jujur dalam hati, jujur dalam perkataan,    maupun jujur  dalam  perbuatan  membutuhkan  kesungguhan.  Adakalanya  kehendak  untuk jujur itu lemah, adakalanya pula menjadi kuat.

D.  Petaka Kebohongan 

Kebohongan akan menghantarkan pelakunya tidak dipercaya lagi oleh orang lain. Ketika  seseorang sudah berani  menutupi  kebenaran,  bahkan  menyelewengkan kebenaran  untuk  tujuan  jahat,  ia  telah  melakukan  kebohongan.  Kebohongan  yang dilakukannya itu telah membawa kepada apa yang dikhianatinya itu.

E.  Hikmah Perilaku Jujur

Beberapa hikmah yang dapat dipetik dari  perilaku jujur, antara lain sebagai berikut. 
1.  Perasaan  enak dan  hati  tenang,  jujur  akan membuat  kita menjadi  tenang, tidak takut akan  diketahui  kebohongannya  karena memang tidak berbohong. 
2.  Mendapatkan kemudahan  dalam hidupnya. 
3.  Selamat dari azab dan bahaya. 
4.  Dijamin masuk surga. 
5. Dicintai oleh Allah Swt. dan rasul-Nya.

Perilaku  jujur  bisa diterapkan  dalam  berbagai  hal  dalam  kehidupan  sehari-hari, baik di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan masyarakat di mana kita tinggal. Berikut ini cara menerapkan perilaku jujur. 
1.  Di sekolah,  kita bisa meluruskan niat untuk menuntut ilmu, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan  oleh ibu bapak guru, tidak  menyontek  pekerjaan teman,  melaksanakan  piket  sesuai  jadwal,  menaati  peraturan  yang berlaku di sekolah,  berbicara  secara  benar  baik  kepada  guru, teman  ataupun  orangorang yang ada di lingkungan sekolah. 
2.  Di rumah, kita  bisa meluruskan niat  untuk berbakti  kepada  orang tua, memberitakan  hal yang benar. Contohnya saat meminta  uang untuk kebutuhan  suatu hal,  tidak  menutup-nutupi  suatu masalah  pada  orang  tua, tidak melebih-lebihkan sesuatu hanya untuk membuat orang tua senang. 
3.  Di masyarakat, kita bisa melakukan kejujuran dengan niat untuk membangun lingkungan yang baik, tenang, dan tenteram,  tidak mengarang cerita  yang membuat  suasana di lingkungan tidak kondusif, tidak membuat  gosip. Ketika  diberi  kepercayaan  untuk melakukan  sesuatu yang diamanahkan, harus dipenuhi dengan sungguh-sungguh, dan lain sebagainya.

BAB 3 KEPEDULIAN UMAT ISLAM TERHADAP JENAZAH

A.  Perawatan Jenazah

Apabila  seseorang telah  dinyatakan positif  meninggal  dunia,  ada  beberapa hal yang harus disegerakan dalam pengurusan  jenazah  oleh  keluarganya, yaitu: memandikan, mengafani, menyalati  dan  menguburnya.  Namun, sebelum mayat itu dimandikan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan terhadap  kondisi jenazah,  yaitu  seperti berikut. 
1.  Pejamkanlah matanya  dan  mohonkanlah  ampun kepada  Allah  Swt. atas segala dosanya. 
2.  Tutuplah  seluruh badannya  dengan kain  sebagai  penghormatan  dan agar  tidak kelihatan auratnya. 
3.  Ditempatkan di tempat yang aman dari jangkauan binatang.  
4.  Bagi keluarga dan sahabat-sahabat dekatnya tidak dilarang mencium  si mayat.

1.  Memandikan Jenazah 

Syarat-syarat wajib memandikan jenazah 
a.  Jenazah itu orang Islam.
b.  Didapati tubuhnya walaupun sedikit. 
c.  Bukan  mati  syahid  (mati  dalam  peperangan  untuk  membela  agama  Islam seperti yang terjadi pada masa Nabi Muhammad saw.). 

Yang berhak memandikan  jenazah
a.  Apabila  jenazah  itu  laki-laki,  yang  memandikannya  hendaklah  laki-laki pula.  Perempuan  tidak  boleh  memandikan  jenazah  laki-laki,  kecuali  istri dan  mahram-nya. 
b.  Apabila  jenazah  itu  perempuan, hendaklah  dimandikan  oleh  perempuan pula, laki-laki tidak boleh memandikan kecuali suami atau  mahram-nya. 
c.  Apabila  jenazah  itu  seorang istri, sementara  suami  dan  mahram-nya  ada semua, suami lebih berhak untuk memandikan istrinya. 
d.  Apabila  jenazah  itu  seorang suami, sementara  istri  dan  mahram-nya  ada semua, istri lebih berhak untuk memandikan suaminya.
Kalau mayat anak laki-laki masih kecil, perempuan boleh memandikannya.  Begitu juga kalau mayat  anak perempuan  masih kecil, laki-laki boleh memandikannya. 

Berikut  ini  tata  cara  memandikan jenazah
a. Di tempat tertutup agar yang melihat hanya  orang-orang  yang memandikan  dan yang mengurusnya saja. 
b. Mayat  diletakkan  di  tempat yang tinggi seperti dipan.
c.  Dipakaikan  kain basahan seperti sarung agar auratnya tidak terbuka. 
d.  Mayat  didudukkan  atau  disandarkan  pada  sesuatu,  lantas disapu  perutnya sambil ditekan pelan-pelan agar semua kotorannya keluar, lantas dibersihkan dengan tangan kirinya, dianjurkan mengenakan sarung tangan. Dalam hal ini  boleh  memakai  wangi-wangian  agar  tidak  terganggu  bau  kotoran  si mayat. 
e.  Setelah  itu  hendaklah  mengganti  sarung tangan  untuk  membersihkan  mulut dan gigi si mayat. 
f.  Membersihkan semua kotoran dan najis. 
g.  Mewudhukan,  setelah  itu membasuh seluruh badannya. 
h.  Disunahkan membasuh  tiga sampai lima kali. Air untuk memandikan  mayat sebaiknya dingin. Kecuali  udara sangat dingin atau terdapat  kotoran yang sulit dihilangkan,  boleh menggunakan air hangat.

2. Mengafani Jenazah 

Pembelian  kain  kafan  diambilkan  dari  uang si mayat  sendiri.  Apabila  tidak ada, orang yang selama  ini menghidupinya  yang membelikan  kain kafan. Jika ia tidak  mampu,  boleh  diambilkan  dari  uang  kas  masjid,  atau  kas  RT/RW,  atau  yang lainnya  secara sah.  Apabila tidak ada sama sekali, wajib atas orang muslim yang mampu untuk membiayainya. 

Kain kafan paling  tidak  satu lapis. Sebaiknya  tiga  lapis bagi mayat  laki-laki dan lima  lapis  bagi  mayat  perempuan.  Setiap  satu lapis  di antaranya  merupakan kain  basahan.  Abu Salamah  ra. menceritakan,  bahwa ia  pernah  bertanya  kepada ‘Aisyah ra.  “Berapa  lapiskah  kain  kafan  Rasulullah  saw.?”  “Tiga  lapis  kain putih,”  jawab  Aisyah. (HR. Muslim). 

Cara membungkusnya adalah hamparkan  kain kafan helai  demi helai dengan menaburkan kapur barus pada tiap  lapisnya.  Kemudian,  si mayat diletakkan  di atasnya. Kedua tangannya dilipat  di  atas dada  dengan  tangan kanan di atas tangan kiri. Mengafaninya pun  tidak  boleh  asal-asalan.  “Apabila kalian  mengafani  mayat  saudara kalian, kafanilah  sebaik-baiknya.” 

3. Menyalati Jenazah 

Orang yang  meninggal  dunia  dalam keadaan  Islam berhak untuk di-ṡalatkan. Sabda Rasulullah saw. “Ṡalatkanlah  orang-orang  yang telah mati.”  (HR. Ibnu Majah).  “Salatkanlah  olehmu orang-orang yang mengucapkan: “Lailaaha  Illallah.”(HR.Daruquṭni). Dengan demikian,  jelaslah  bahwa orangyangberhakdiṡalatiialahorang yang  meninggal  dunia  dalam  keadaan beriman  kepada  Allah  Swt. Adapun orang yang telah murtad dilarang untuk disalati.

syarat mayat yang disalati
1.  suci, baik suci badan, tempat, dan pakaian. 
2.  sudah dimandikan dan dikafani. 
3.  jenazah sudah berada di depan orang yang menyalatkan  atau sebelah kiblat. 


4. Mengubur  Jenazah

Perihal mengubur jenazah ada beberapa penjelasan sebagai berikut. 
1.  Rasulullah saw. menganjurkan agar jenazah segera dikuburkan, sesuai sabdanya: 

2.  Sebaiknya menguburkan jenazah pada siang hari. Mengubur mayat pada malam  hari diperbolehkan  apabila  dalam  keadaan  terpaksa seperti  karena  bau yang  sangat  menyengat  meskipun  sudah diberi  wangi-wangian,  atau  karena sesuatu hal lain yang harus disegerakan untuk  dikubur. 
3.  Anjuran meluaskan lubang kubur. Rasulullah  saw. pernah  mengantar  jenazah sampai  di kuburnya. Lalu,  beliau  duduk di tepi  lubang kubur, dan bersabda, “Luaskanlah pada bagian  kepala,  dan luaskan  juga  pada bagian  kakinya.  Ada beberapa kurma baginya di surga.”  (HR. Ahmad  dan Abu  Dawud)
4.  Boleh menguburkan  dua tiga jenazah dalam satu liang kubur. Hal itu dilakukan sewaktu usai perang Uhud.  Rasulullah saw. bersabda,  “Galilah dan dalamkanlah. Baguskanlah dan masukkanlah  dua atau tiga  orang di  dalam satu liang kubur. Dahulukanlah (masukkan lebih  dulu)  orang yang  paling  banyak  hafal  alQur’ān.”  (HR. Nasai dan  Tirmidzi dari Hisyam bin  Amir ra.) 
5.  Bacaan  meletakkan  mayat dalam  kubur.   Apabila meletakkan  mayat  dalam kubur, Rasulullah saw. membaca: 
Dalam riwayat lain, Rasulullah saw. membaca:  

6.  Larangan memperindah kuburan. Jabir ra. menerangkan,  “Rasulullah saw. melarang mengecat kuburan, duduk, dan membuat bangunan di atasnya.” (HR. Muslim) 
7.  Sebelum dikubur, ahli waris atau keluarga hendaklah bersedia menjadi penjamin atau menyelesaikan atas hutang-hutang si mayat jika ada, baik dari harta yang ditinggalkannya  atau  dari  sumbangan  keluarganya.  Nabi  Muhammad  saw. bersabda:  “Diri orang mu’min itu  tergantung  (tidak  sampai  ke  hadirat  Tuhan), karena hutangnya, sampai  dibayar dahulu utangnya itu (oleh keluarganya).” (HR.  Ahmad dan  Tirmidzi dari  Abu Hurairah ra.)


B. Ta’ziyyah  (Melayat)

Ta’ziyyah  atau melayat  adalah mengunjungi  orang yang sedang tertimpa  musibah kematian  salah seorang keluarganya dalam rangka  menghibur  atau  memberi semangat.  Para  mu’azziy³n  (orang laki-laki  yang ber-ta’ziyyah) atau mu’azziyāt  (orang perempuan yang ber-ta’ziyyah) hendaknya memberikan  dorongan kekuatan mental  atau  menasihati  agar  orang yang tertimpa  musibah tetap sabar dan tabah menghadapi  musibah ini.  Umayah  ra.  mengatakan  bahwa  anak perempuan Rasulullah  saw. menyuruh seseorang untuk memanggil dan memberi tahu beliau  bahwa anaknya  dalam keadaan  hampir mati. Lalu, beliau  bersabda, “Kembalilah engkau kepadanya. Katakan bahwa segala yang diambil dan yang diberikan,  bahkan  apa pun yang  ada di  hadapan kita  kepunyaan  Allah.  Dialah yang menentukan ajalnya, maka suruhlah ia sabar  dan tunduk kepada perintah.” (HR. Bukhari Muslim) 

Adab (etika) orang ber-ta’ziyyah  antara lain seperti berikut. 
1.  Menyampaikan doa untuk kebaikan dan ampunan terhadap orang yang meninggal serta kesabaran bagi orang yang ditinggal. 
2.  Hindarilah pembicaraan yang menambah sedih keluarga yang ditimpa musibah. 
3.  Hindarilah canda-tawa apalagi sampai terbahak-bahak. 
4.  Usahakan turut menyalati mayat  dan turut mengantarkan  ke pemakaman sampai selesai penguburan. 
5.  Membuatkan makanan bagi keluarga yang ditimpa musibah. 

Demikian  diperintahkan  Rasulullah  saw. kepada  keluarganya  sewaktu keluarga Ja’far ditimpa kematian (HR. Lima  Ahli Hadis kecuali Nasai). 

C.  Ziarah Kubur

Ziarah  artinya  berkunjung,  kubur  artinya  kuburan.  Ziarah  kubur  artinya berkunjung ke kuburan.  Awalnya Rasulullah  saw. melarang umat Islam untuk berziarah kubur karena dikhawatirkan akan melakukan sesuatu hal yang tidak baik, misalnya  menangis  di atas kuburan, bersedih, meratapi,  bahkan yang lebih bahaya adalah mengultuskan  mayat yang ada di kuburan.  Akan tetapi,  karena
mengingat  mati itu penting, dan di antara mengingat  mati adalah ziarah kubur,  Rasulullah saw. menganjurkan berziarah dengan tujuan untuk mengingat mati. Rasulullah saw.  bersabda: 

Di antara hikmah dari ziarah kubur ini antara lain seperti berikut. 
1.  Mengingat  kematian. 
2.  Dapat  bersikap  zuhud  (menjauhkan diri dari sifat keduniawian). 
3.  Selalu  ingin berbuat  baik sebagai bekal kelak di alam  kubur dan hari akhir. 
4.  Mendoakan  si  mayat  yang  muslim agar  diampuni  dosanya  dan  diberi kesejahteraan di akhirat. 

Adab  atau  etika berziarah kubur, yaitu: 
1.  Ketika  mau berziarah,  niatkan  dengan ikhlas karena  Allah Swt., tunduk hati dan merasa diawasi oleh  Allah Swt. 
2.  Sesampai di pintu kuburan, ucapkan salam sebagaimana yang diajarkan  oleh Rasulullah saw.: 

3.  Tidak banyak bicara mengenai urusan dunia di atas kuburan. 
4.  Berdoa untuk ampunan dan kesejahteraan  si mayat  di alam  barzah  dan akhirat kelak. 
5.  Diusahakan  tidak  berjalan  melangkahi  kuburan  atau  menduduki  nisan  (tanda kuburan).

Kita sebagai muslim harus peduli dengan orang lain, terutama  yang berada di sekitar  kita.  Ketika  ada orang yang meninggal  atau  musibah lainnya,  selayaknya kita harus  memperlihatkan  perilaku-perilaku  mulia antara lain seperti berikut. 
1.  Segera  mengunjungi  keluarga  yang  terkena  musibah, mendoakan  mayat, mengucapkan turut berduka kepada keluarga yang ditinggalkan.
2.  Membantu  persiapan pengurusan jenazah  seperti memandikan,  mengafani, menyalati, dan menguburkan. 
3.  Memberikan bantuan  kepada keluarga korban untuk memperingan  bebannya sesuai kemampuan kita. 
4.  Menghibur keluarga korban dengan ungkapan-ungkapan optimistis dan nasihat tentang kesabaran dan ketabahan.

BAB 4 SAMPAIKAN DARIKU WALAU SATU AYAT

A.  Pengertian KhutbahTablig, dan Dakwah 

Makna  khutbah,  tablig, dan  dakwah  hampir  sama,  yaitu  menyampaikan  pesan kepada  orang lain.  Secara  etimologi  (lugawi/bahasa),  makna  ketiganya  dapat diuraikan sebagai berikut. 

1.  Khutbah berasal  dari  kata:
bermakna   memberi nasihat  dalam  kegiatan  ibadah  seperti;  ṡalat  (ṡalat  Jumat,  Idul  Fitri,  Idul  Adha, Istisqo, Kusuf),  wukuf, dan nikah. Menurut istilah,  khutbah berarti kegiatan ceramah kepada sejumlah orang Islam dengan syarat dan rukun tertentu yang berkaitan  langsung  dengan  keabsahan  atau  kesunahan  ibadah.  Misalnya khutbah  Jumat  untuk  ṡalat  Jum’at,  khutbah  nikah  untuk  kesunahan  akad  nikah. Khutbah diawali dengan hamdallah, salawat, wasiat taqwa, dan doa. 

2.  Tabligh berasal   dari  kata:
yang berarti menyampaikan, memberitahukan  dengan  lisan.  Menurut istilah,  tablig  adalah  kegiatan menyampaikan  ‘pesan’  Allah  Swt. secara  lisan  kepada  satu orang Islam atau  lebih  untuk  diketahui  dan  diamalkan  isinya.  Misalnya,  Rasulullah  saw. memerintahkan  kepada  sahabat  yang  datang  di  majlisnya  untuk  menyampaikan suatu ayat kepada sahabat yang tidak hadir. Dalam  pelaksanaan  tablig, seorang mubaligh  (yang menyampaikan  tablig) biasanya menyampaikan  tablig-nya dengan gaya dan retorika yang menarik. Ada  pula  sekarang  istilah  tabl³g  akbar,  yaitu  kegiatan  menyampaikan  “pesan” Allah  Swt. dalam jumlah pendengar yang cukup banyak. 

3.  Dakwah  berasal  dari  kata:   
  yang berarti  memanggil, menyeru, mengajak  pada sesuatu hal. Menurut istilah,  dakwah  adalah  kegiatan mengajak  orang lain,  seseorang atau lebih  ke jalan  Allah  Swt. secara  lisan atau  perbuatan.  Di sini dikenal adanya da’wah  billisān  dan  da’wah  bilhāl. Kegiatan  bukan hanya  ceramah,  tetapi juga aksi sosial yang nyata. Misalnya, santunan  anak yatim,  sumbangan untuk membangun fasilitas  umum, dan lain sebagainya.

B.  Pentingnya Khutbah,  Tablig, dan Dakwah 

1.  Pentingnya Khutbah
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa khutbah masuk pada aktivitas  ibadah.  Maka, khutbah tidak mungkin bisa ditinggalkan karena akan membatalkan  rangkaian aktivitas  ibadah.  Contoh,  apabila ṡalat  Jumat  tidak  ada  khutbahnya, ṡalat  Jumat tidak  sah.  Apabila wukuf di  Arafah tidak  ada  khutbahnya, wukufnya tidak sah. Sesungguhnya, khutbah  merupakan  kesempatan  yang sangat  besar untuk berdakwah  dan membimbing  manusia  menuju  ke-riḍa-an  Allah  Swt. Hal  ini jika khutbah dimanfaatkan  sebaik-baiknya, dengan menyampaikan  materi yang dibutuhkan oleh hadirin  menyangkut masalah  kehidupannya,  dengan ringkas, tidak panjang lebar, dan dengan cara yang menarik serta tidak membosankan. Khutbah memiliki  kedudukan yang agung dalam syariat Islam sehingga sepantasnya seorang khatib melaksanakan  tugasnya dengan sebaik-baiknya. Seorang  khathib  harus memahami  aqidah  yang  ṡaḥ³hah  (benar)  sehingga  dia tidak  sesat  dan  menyesatkan  orang  lain.  Seorang  khatib  seharusnya  memahami fiqih sehingga mampu membimbing manusia dengan cahaya syariat menuju jalan yang  lurus. Seorang  khatib  harus memperhatikan  keadaan  masyarakat,  kemudian mengingatkan  mereka dari penyimpangan-penyimpangan  dan mendorong kepada ketaatan.  Seorang khathib sepantasnya juga seorang yang  ṡālih, mengamalkan ilmunya,  tidak  melanggar  larangan sehingga  akan  memberikan  pengaruh  kebaikan kepada para pendengar. 

2.  Pentingnya  Tablig 
Salah  satu  sifat  wajib  bagi  rasul  adalah  tablig,  yakni  menyampaikan  wahyu  dari Allah  Swt. kepada  umatnya.  Semasa  Nabi  Muhammad  saw.  masih  hidup,  seluruh waktunya  dihabiskan  untuk  menyampaikan  wahyu kepada  umatnya.  Setelah Rasulullah  saw. wafat,  kebiasaan  ini dilanjutkan  oleh  para sahabatnya,  para tabi’in (pengikutnya sahabat), dan tabi’it-tabi’in (pengikut pengikutnya sahabat). Setelah  mereka  semuanya  tiada, siapakah  yang akan meneruskan  kebiasaan menyampaikan  ajaran  Islam  kepada  orang-orang  sesudahnya?  Kita  sebagai  siswa muslim punya tanggung jawab untuk meneruskan kebiasaan bertabligh tersebut.
Banyak  yang  menyangka  bahwa tugas  tablig  hanyalah  tugas  alim ulama saja. Hal itu tidak benar. Setiap orang  yang  mengetahui  kemungkaran yang terjadi  di hadapannya,  ia wajib mencegahnya  atau menghentikannya, baik dengan tangannya (kekuasaanya), mulutnya (nasihat), atau dengan hatinya (bahwa ia tidak ikut dalam kemungkaran tersebut). 
Seseorang tidak mesti menjadi ulama terlebih dulu. Siapa pun yang melihat  kemungkaran terjadi di depan matanya, dan ia  mampu  menghentikannya,  ia  wajib  menghentikannya.  Bagi  yang mengerti suatu permasalahan agama, ia mesti menyampaikannya  kepada yang lain, siapa pun mereka.

3.  Pentingnya Dakwah
Salah satu kewajiban umat Islam adalah berdakwah. Sebagian ulama ada  yang menyebut  berdakwah itu hukumnya  farḍu  kifayah  (kewajiban kolektif), sebagian lainnya menyatakan farḍu  ain. Meski begitu,  Rasulullah saw. tetap  selalu  mengajarkan agar seorang muslim  selalu  menyeru pada jalan  kebaikan  dengan  cara-cara  yang baik. 
Setiap dakwah hendaknya bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan  dan kesejahteraan  hidup di dunia dan di akhirat dan mendapat  riḍa  dari  Allah Swt. Nabi Muhammad  saw. mencontohkan  dakwah kepada  umatnya  dengan  berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan. 
Rasulullah saw. memulai  dakwahnya kepada istri, keluarga, dan temanteman karibnya  hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Rasulullah saw. adalah  Kaisar Heraklius dari Byzantium,  Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran), dan Raja  Najasyi dari Habasyah (Ethiopia).  Ada beberapa metode dakwah yang bisa dilakukan seorang muslim menurut syariat. 

C.  Ketentuan Khutbah,  Tablig, dan Dakwah 

1.  Ketentuan Khutbah 

a.  Syarat khatib 
1)  Islam 
2)  Ballig 
3)  Berakal sehat 
4)  Mengetahui  ilmu agama 

b.  Syarat dua khutbah 
1)  Khutbah dilaksanakan sesudah masuk waktu dhuhur 
2)  Khatib duduk di antara dua khutbah
3)  Khutbah diucapkan dengan suara yang keras dan jelas
4)  Tertib 

c.  Rukun khutbah 
1)  Membaca hamdallah 
2)  Membaca syahadatain 
3)  Membaca shalawat 
4)  Berwasiat taqwa 
5)  Membaca ayat  al-Qur’ān  pada salah satu khutbah  
6)  Berdoa pada khutbah kedua 

d.  Sunah khutbah 
1)  Khatib berdiri ketika khutbah 
2)  Mengawali  khutbah dengan memberi salam 
3)  Khutbah hendaknya jelas,  mudah dipahami, tidak terlalu panjang 
4)  Khatib menghadap jamaah  ketika khutbah 
5)  Menertibkan rukun khutbah
6)  Membaca surat  al-Ikhlās  ketika duduk di antara dua khutbah 

Keterangan: 
a.  Pada prinsipnya ketentuan  dan tata  cara khutbah, baik  ṡalat  Jumat, Idul Fitri,  Idul Adha,  ṡalat  khusuf, dan  ṡalat  khusuf  sama. Perbedaannya terletak pada  waktu  pelaksanaannya,  yaitu  dilaksanakan  setelah  ṡalat  dan  diawali dengan takbir.
b.  Khutbah wukuf adalah  khutbah yang dilaksanakan  pada saat wukuf di Arafah. Khutbah wukuf salah satu rukun wukuf setelah melaksanakan  ṡalat zuhur dan ashar di-qaṡar. Khutbah wukuf hampir  sama dengan  khutbah Jumat. Perbedaannya  terletak  pada waktu pelaksanaan,  yakni dilaksanakan ketika wukuf di  Arafah. 

2.  Ketentuan  Tablig 

a.  Syarat  muballig
1)  Islam, 
2)  Ballig, 
3)  Berakal, 
4)  Mendalami  ajaran Islam. 

b.  Etika dalam menyampaikan  tabligh 
1)    Bersikap lemah lembut, tidak kasar, dan tidak merusak. 
2)  Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. 
3)  Mengutamakan musyawarah dan berdiskusi untuk memperoleh kesepakatan bersama.
4)    Materi  dakwah yang disampaikan harus mempunyai  dasar hukum yang kuat dan jelas sumbernya. 
5)    Menyampaikan dengan ikhlas dan sabar, sesuai dengan kondisi, psikologis dan sosiologis para pendengarnya atau penerimanya. 
6)  Tidak menghasut orang lain untuk bermusuhan, merusak, berselisih, dan mencari-cari kesalahan orang lain. 

3.  Ketentuan Dakwah

Orang yang melaksanakan  dakwah disebut da’i. Ada  dua  cara  berdakwah,  yaitu  dengan  lisan  (da’wah  billisān)  dan  dengan perbuatan (da’wah  bilhāl).

a. Syarat da’i 
1)  Islam, 
2)  Ballig, 
3)  Berakal, 
4)  Mendalami  ajaran Islam.

b.  Etika dalam berdakwah
1)  Dakwah dilaksanakan dengan hikmah, yaitu ucapan yang jelas, tegas dan sikap yang bijaksana. 
2)  Dakwah dilakukan  dengan  mauiẓatul  hasanah  atau  nasihat  yang  baik, yaitu  cara  persuasif (tanpa  kekerasan)  dan  edukatif  (memberikan pengajaran). 
3)  Dakwah dilaksanakan  dengan memberi  contoh yang baik (uswatun hasanah). 
4)  Dakwah dilakukan dengan  mujādalah, yaitu  diskusi atau tukar pikiran yang berjalan secara dinamis dan santun serta menghargai pendapat orang lain. 


Kita sebagai  umat  Islam  harus bisa mengaplikasikan  nilai-nilai  khutbah,  tablig, dan dakwah di mana saja berada. Cara untuk mewujudkan perilaku-perilaku tersebut antara lain sebagai berikut. 
1.  Ketika  melaksanakan  ṡalat  Jumat,  hendaklah  mengamati  dan  menyimak khutbah yang disampaikan  khātib. Bagaimana  etikanya,  bacaan-bacaan yang  dibacanya,  serta  urutannya.  Dengan  memperhatikan khatib  secara utuh diharapkan suatu saat nanti bisa tampil  sebagai khatib pada waktu ṡalat  Jumat. 
2.  Ketika melihat kemungkaran di sekitar kita (contohnya pacaran, mencuri, tawuran,  menyontek,  dan lain  sebagainya),  kita  harus mencegahnya  dengan memberikan  alasan yang logis, baik  atas dasar agama  maupun  sosial dan yang lainnya. Cara mencegahnya  dengan tangan (kekuasaan), apabila  tidak mampu, dengan lisan; apabila  tidak mampu cukup dalam  hati saja bahwa kita tidak ikut berbuat yang dilarang.
3.  Ketika  melihat  sesuatu yang baik (baik menurut agama  maupun masyarakat),  mencontohlah.  Dimulai  dari  diri  sendiri,  dari  yang terkecil, dan dari sekarang.  Tidak boleh ditunda-tunda. 
4.  Melibatkan  diri secara  aktif pada kegiatan-kegiatan  keagamaan  seperti: peringatan  hari besar Islam  (Maūlid  Nabi Muhammad  saw.,  Isrā’  Mi’rāj, Nuzulul  Qur’ān, dan  lain-lain)  baik  di  lingkungan  sekolah  maupun masyarakat. 
5.  Memprakarsai kegiatan  dakwah Islam  di sekolah,  remaja  masjid,  karang taruna, dakwah kampus, dan lain sebagainya.
\
Dalam berdakwah minimal ada dua cara, yaitu dakwah dengan lisan (da’wah billisān) dan dakwah dengan perbuatan (da’wah bilhāl). Dakwah billisan  artinya dakwah yang dilakukan dengan berkata-kata, ceramah,  tabl³g  akbar, dan sebagainya. Dakwah bilhal  artinya dakwah yang dilakukan dengan berbuat, seperti menyantuni  fakir miskin, yatim piatu,  menyumbang  untuk fasilitas  sosial, dan sebagainya.

Sumber : Resume Buku PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI Kelas XI

Rabu, 09 Desember 2015

BAB 5 Menyiram Indahnya Keadilan dan Kedamaian -PKnXIsmt1-

Rabu, 9 Desember 2015

A. Hakikat Perlindungan dan Penegakkan Hukum

1.      Konsep Perlindungan dan Penegakkan Hukum

perlindungan hukum sebagai segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada warganya agar hak-haknya sebagai seorang warganegara tidak dilanggar, dan bagi yang melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Unsur perlindungan hukum:
a. Adanya perlindungan dari pemerintah kepada warganya.
b. Jaminan kepastian hukum.
c. Berkaitan dengan hak-hak warganegara.
d. Adanya sanksi hukuman bagi pihak yang melanggarnya.

penegakkan hukum merupakan upaya untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum dalam berbagai macam bidang kehidupan.
Penegakkan hukum merupakan syarat terwujudnya perlindungan hukum.

2.      Pentingnya Perlindungan dan Penegakkan Hukum

Perlindungan dan penegakkan hukum sangat penting dilakukan, karena dapat mewujudkan hal-hal berikut ini:

a. Tegaknya supremasi hukum
Supremasi hukum bermakna bahwa hukum mempunyai kekuasaan mutlak dalam mengatur pergaulan manusia dalam berbagai macam kehidupan.
b. Tegaknya keadilan
c. Mewujudkan perdamaian dalam kehidupan di masyarakat

faktor yang mempengaruhi penegakan hokum (menurut Sorjono Soekanto)
a.   Hukum
b. Penegak hukum
c. Masyarakat
d. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
e. Kebudayaan, yakni sebagai hasilkarya

B. Peran Lembaga Penegak Hukum dalam Menjamin Keadilan dan Kedamaian

1.      Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia

Kepolisian Negara Republik Indonesia atau yang sering disingkat dengan Polri merupakan lembaga negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Pasal 16 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, telah menetapkan kewenangan POLRI sebagai berikut:
a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;
d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan;
i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;
k. memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab, yaitu tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksankan dengan syarat sebagai berikut:
1) tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
2) selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
3) harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
4) pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa;
5) menghormati hak asasi manusia.

2.      Peran Kejaksaan Republik Indonesia

Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan.
Keberadaan Kejaksaan Republik Indonesia diatur dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Adapun yang menjadi tugas dan wewenang Kejaksaan dikelompokkan menjadi tiga bidang, yaitu:
a. Di bidang pidana : 1) melakukan penuntutan;
2) melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
3) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
4) melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang;
5) melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
b. Di bidang perdata dan tata usaha negara
Kejaksaan dengan kuasa khusus, dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
c. Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan: 1) peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
2) pengamanan kebijakan penegakan hukum;
3) pengawasan peredaran barang cetakan;
4) pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
5) pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
6) penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

3.      Peran Hakim sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman

perwujudan kekuasaan kehakiman ini diatur sepenuhnya dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
hakim berdasarkan jenis lembaga peradilannya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Hakim pada Mahkamah Agung yang disebut dengan Hakim Agung.
b. Hakim pada badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, yaitu dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.
c. Hakim pada Mahkamah Konstitusi yang disebut dengan Hakim Konstitusi.

4.    Peran Advokat

Advokat disebut juga penasihat hukum adalah orang yang diberi kuasa untuk memberi bantuan di bidang hukum baik perdata atau pidana kepada yang memerlukannya, baik berupa nasehat (konsultasi) maupun bantuan hukum aktif baik di dalam maupun di luar pengadilan dengan jalan mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentigan hukum para pengguna jasanya.
Keberadaan advokat sebagai salah satu penegak hukum diatur dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
tugas dari advokat secara khusus adalah membuat dan mengajukan gugatan, jawaban, tangkisan, sangkalan, memberi pembuktian, mendesak segera disidangkan atau diputuskan perkaranya dan sebagainya.

C. Dinamika Pelanggaran Hukum

1.      Berbagai Kasus Pelanggaran Hukum

a. Dalam lingkungan keluarga, diantaranya:
1) mengabaikan perintah orang tua;
2) mengganggu kakak atau adik yang sedang belajar;
3) ibadah tidak tepat waktu;
4) menonton tayangan yang tidak boleh ditonton oleh anak-anak;
5) nonton tv sampai larut malam;
6) bangun kesiangan.

b. Dalam lingkungan sekolah, diantaranya
1) mencontek ketika ulangan;
2) datang ke sekolah terlambat;
3) bolos mengikuti pelajaran;
4) tidak memperhatikan penjelasan guru;
5) berpakaian tidak rapi dan tidak sesuai dengan yang ditentukan sekolah.

c. Dalam lingkungan masyarakat, diantaranya:
1) mangkir dari tugas ronda malam;
2) tidak mengikuti kerja bakti dengan alasan yang tidak jelas;
3) main hakim sendiri;
4) mengkonsumsi obat-obat terlarang;
5) melakukan tindakan diskriminasi kepada orang lain;
6) melakukan perjudian;
7) membuang sampah sembarangan.

d. Dalam lingkungan bangsa dan negara, diantaranya:
1) tidak memiliki KTP;
2) tidak memiliki SIM;
3) tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas;
4) melakukan tindak pidana seperti pembunuhan, perampokan, penggelapan, pengedaran uang palsu, pembajakan karya orang lain dan sebagainya;
5) melakukan aksi teror terhadap alat-alat kelengkapan negara;
6) tidak berpartisipasi pada kegiatan Pemilihan Umum;
7) merusak fasilitas negara dengan sengaja.



BAB 4 Mengupas Penyelenggaraan Kekuasaan Negara -PKnXIsmt1-

Rabu, 9 Desember 2015

A. Sistem Pembagian Kekuasaan Negara
Republik Indonesia

1.      Macam-macam Kekuasaan Negara

Kekuasaan negara merupakan kewenangan negara untuk mengatur seluruh rakyatnya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, serta keteraturan.
Menurut John Locke sebagaimana dikutip oleh Astim Riyanto dalam bukunya yang berjudul Negara Kesatuan; Konsep, Asas, dan Aplikasinya (2006:273), kekuasaan negara itu dapat dibagi menjadi tiga macam kekuasaan yaitu:
a. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang
b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang
c. Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri.

Menurut Montesquieu sebagaimana dikutip oleh Astim Riyanto dalam bukunya yang berjudul Negara Kesatuan; Konsep, Asas, dan Aplikasinya (2006:273)
a. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang
b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang
c. Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mempertahankan undang-undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang.
Teori Montesquieu ini dinamakan dengan Trias Politica.

2.      Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia

pemisahan kekuasaan (separation of powers) dan pembagian kekuasaan (divisions of power) merupakan dua istilah yang memiliki pengertian berbeda
Pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai organnya maupun fungsinya. Dengan kata lain, lembaga pemegang kekuasaan negara yang meliputi lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif merupakan lembaga yang terpisah satu sama lainnya, berdiri sendiri tanpa memerlukan koordinasi dan kerjasama. Setiap lembaga menjalan fungsinya masing-masing. Contoh negara yang menganut mekanisme pemisahan kekuasaan adalah Amerika Serikat.
pembagian kekuasaan, kekuasaan negara itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama. Mekanisme pembagian ini banyak sekali dilakukan oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.
Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.

a. Pembagian kekuasaan secara horizontal

Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif).
1) Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
3) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
4) Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk me n y e l e n g g a r a k a n peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
5) Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
6) Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang-undang.

b. Pembagian kekuasaan secara vertikal

Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan menurut tingkatnya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

B. Kedudukan dan Fungsi Kementerian Negara Republik Indonesia dan Lembaga Pemerintah Non- Kementerian

1.      Tugas Kementerian Negara Republik Indonesia

Keberadaan Kementerian Negara Republik Indonesia diatur secara tegas dalam Pasal 17 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan:
(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.
 Keberadaan kementerian Negara juga diatur dalam sebuah undang-undang organik, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Kementerian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, yaitu:
a. Penyelenggara perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya dan pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.
b. Perumusan, penetapan, pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
c. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya dan pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya.

Adapun urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab kementerian negara terdiri atas:

a. Urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan.
b. Urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.
c. Urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah, meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.


2.      Klasifikasi Kementerian Negara Republik Indonesia

Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara secara tegas menyatakan bahwa jumlah maksimal kementerian negara yang dapat dibentuk adalah 34 kementerian negara. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, Kementerian Negara Republik Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan urusan pemerintahan yang ditanganinya, yaitu:

a. Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang nomenklatur terdiri atas:
1) Kementerian Dalam Negeri
2) Kementerian Luar Negeri
3) Kementerian Pertahanan

b. Kementerian yang menangani urusan pemerintahan ruang lingkupnya terdiri atas:
1) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
2) Kementerian Keuangan
3) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
4) Kementerian Perindustrian
5) Kementerian Perdagangan
6) Kementerian Pertanian
7) Kementerian Kehutanan
8) Kementerian Perhubungan
9) Kementerian Kelautan dan Perikanan
10) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
11) Kementerian Pekerjaan Umum
12) Kementerian Kesehatan
13) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
14) Kementerian Sosial
15) Kementerian Agama
16) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
17) Kementerian Komunikasi dan Informatika

c. Kementerian yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah terdiri atas:
1) Kementerian Sekretariat Negara
2) Kementerian Riset dan Teknologi
3) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
4) Kementerian Lingkungan Hidup
5) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
6) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
7) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal
8) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
9) Kementerian Badan Usaha Milik Negara
10) Kementerian Perumahan Rakyat
11) Kementerian Pemuda dan Olah Raga

kementerian koordinator bertugas melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian-kementerian yang berada di dalam lingkup tugasnya. Kementerian koordinator, terdiri atas:
a. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
b. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
c. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat

3.      Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK)

Keberadaan LPNK diatur oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia, yaitu Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non-Departemen. Berikut ini Daftar Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang ada di Indonesia, yaitu:
1) Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;
2) Badan Informasi Geospasial (BIG);
3) Badan Intelijen Negara (BIN);
4) Badan Kepegawaian Negara (BKN), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;
5) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), di bawah koordinasi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak;
6) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
7) Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi;
8) Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG);
9) Badan Narkotika Nasional (BNN);
10) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB);
11) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT);
12) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI);
13) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), di bawah koordinasi Menteri Kesehatan;
14) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi;
15) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP);
16) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal), di bawah koordinasi Menteri Lingkungan Hidup;
17) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi;
18) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
19) Badan Pertanahan Nasional (BPN), di bawah koordinasi Menteri Dalam Negeri;
20) Badan Pusat Statistik (BPS), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
21) Badan SAR Nasional (Basarnas);
22) Badan Standardisasi Nasional (BSN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi;
23) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi;
24) Badan Urusan Logistik (Bulog), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
25) Lembaga Administrasi Negara (LAN), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;
26) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi;
27) Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas);
28) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP);
29) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi;
30) Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan, Keamanan;
31) Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas), di bawah koordinasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

C. Kedudukan dan Fungsi Pemerintah Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

1.      Konsep Pemerintah Daerah

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa yang dimaksud dengan pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan
b. Pemerintah daerah dan DPRD
c. Asas otonomi dan tugas perbantuan

undang-undang yang mengatur pemerintahan daerah yang pernah berlaku di Indonesia, yaitu:
1. UU RI Nomor 1 Tahun 1945
2. UU RI Nomor 22 Tahun 1948
3. UU RI Nomor 1 Tahun 1957
4. UU RI Nomor 18 Tahun 1965
5. UU RI Nomor 5 Tahun 1974
6. UU RI Nomor 22 Tahun 1999
7. UU RI Nomor 32 Tahun 2004
8. UU RI Nomor 8 Tahun 2005
9. UU RI Nomor 12 Tahun 2008

Hak dan Kewajiban Daerah Otonom
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Hak Daerah Otonom
a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
b. memilih pimpinan daerah;
c. mengelola aparatur daerah;
d. mengelola kekayaan daerah;
e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah;
g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan
h. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Kewajiban Daerah Otonom
a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
h. mengembangkan sistem jaminan sosial;
i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k. melestarikan lingkungan hidup;
l. mengelola administrasi kependudukan;
m. melestarikan nilai sosial budaya;
n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan
o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.


2.      Kewenangan Pemerintahan Daerah

Urusan Wajib Pemerintahan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Urusan Wajib Pemerintahan Daerah Provinsi 
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. 

Urusan Wajib Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota 
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan;
g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.