Selasa, 21 Juni 2016
MAKALAH SEJARAH
Mengevaluasi
Perang Melawan Keserakahan Kongsi Dagang (Abad Ke-16 Sampai Ke-18)
-
SULTAN
AGUNG VERSUS J.P. COEN -
-
PERLAWANAN
BANTEN -
Disusun
oleh :
KELOMPOK 2
Kelas XI MIPA 2
Nama
Anggota :
1. Awan Arya
Paranata
2. Herdiyansyah
3. Irma Waddah
4. Julianti
Siagian
5. Naning
Savitri
6. Syamrotul
Qoni’ah
7. Wiki
Widianti
SMA NEGERI 1 MUARO JAMBI
Tahun Pelajaran 2015/2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr. Wb.
Puji syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan Rahmat-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih pada
pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan makalah mengenai sejarah Mengevaluasi
Perang Melawan Keserakahan Kongsi Dagang (Abad Ke-16 Sampai Ke-18) Sultan Agung
versus J.P. Coen dan perlawanan Banten.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
umumnya bagi kita semua. Penulis sadar masih banyak kekurangan dalam makalah
ini. Untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang sangat membangun dari
pembaca.
Wassalamualaikum
Wr. Wb.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………….………..…… i
DAFTAR
ISI…………….………………………………………………………….… ii
SULTAN AGUNG VERSUS J.P. COEN
BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………………….. 2
A.
LATAR BELAKANG……………………….........…………………….……... 2
B.
RUMUSAN MASALAH……………………………………………….…….. 2
C.
TUJUAN……………………………………………………………..…….…… 2
BAB II
PEMBAHASAN………………………………………………………….…. 3
A.
ALASAN SULTAN AGUNG MENYERANG BATAVIA…………..……........3
B.
SERANGAN PERTAMA KE BATAVIA………………………..………………3
C.
SERANGAN KEDUA KE BATAVIA…………………………………………3
D.
AKHIR SERANGAN TERHADAP BATAVIA ……………………………4
PERLAWANAN BANTEN
BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………..................7
A. LATAR
BELAKANG…………………………………………………………7
B. RUMUSAN
MASALAH………………………………………………......... 7
C.
TUJUAN……………………………………………………………...............7
BAB II
PEMBAHASAN…………………………………………………………….. 8
A.
PENYEBAB PERLAWANAN BANTEN
TERHADAP VOC……….…………8
B. KRONOLOGIS PERLAWANAN KESULTANAN BANTEN TERHADAP
VOC.......................8
BAB III PENUTUP………………………………..…………………...……………. 12
DAFTAR PUSTAKA…………………………….……………………...………….. 13
SULTAN AGUNG
VERSUS
J.P. COEN
BAB I
PENDAHULUAN
D.
LATAR BELAKANG
Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari
Kerajaan Mataram. Pada masa pemerintahan beliau, Mataram mencapai masa
keemasannya. Cita-cita Sultan Agung antara lain: mempersatukan Seluruh tanah
Jawa, dan mengusir kekuasaan asing dari bumi Nusantara. Terkait dengan
cita-citanya ini maka Sultan Agung sangat menentang keberadaan VOC (Vereenigde
Oostindische Compagnie) di Jawa. Apalagi tindakan VOC yang melakukan monopoli dagang
membuat para pedagang ribumi mengalami kemunduran dan menyebabkan penderitaan
rakyat. Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia.
E.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa alasan
Sultan Agung menyerang Batavia?
2.
Bagaimana
serangan pertama ke Batavia?
3.
Bagaimana
serangan kedua ke Batavia?
4.
Bagaimana akhir
serangan terhadap Batavia?
F.
TUJUAN
Tujuan
penyusunan makalah ini adalah memahami sejarah mengenai serangan Sultan Agung
terhadap VOC, yang masa itu dipimpin oleh J.P. Coen.
BAB II
PEMBAHASAN
E.
ALASAN SULTAN AGUNG MENYERANG BATAVIA
1.
Tindakan monopoli yang dilakukan VOC.
2.
VOC sering
menghalang-halangin kapal-kapal dagang Mataram yang akan berdagang di Malaka.
3.
VOC menolak untuk
mengakui kedaulatan Mataram.
4.
Keberadaan VOC
di Batavia telah memberikan ancaman serius bagi masa depan Pulau Jawa.
F.
SERANGAN PERTAMA KE BATAVIA
Tepat pada tanggal 22
Agustus 1628, Tumenggung Baureksa, memimpin Pasukan Mataram menyerang VOC di
Batavia, dimana pada saat itu Gubernur VOC dijabat oleh J.P Coen.
Pasukan Mataram
berusaha membangun pos-pos pertahanan, tetapi kompeni VOC berusaha
menghalang-halangi, sehingga pertempuran sengit tidak dapat
dihindarkan.Ditengah-tengah peperangan Pasukan Mataram lain berdatangan,
Pasukan Mataram berusaha mengepung tetapi kekuatan VOC dengan persenjataan
lebih unggul dapat memukul balik Pasukan Mataram, Tumenggung Baureksa pun
gugur.Serangan pertama belum berhasil.
G.
SERANGAN KEDUA KE BATAVIA
Tidak putus asa, Sultan
Agung langsung mempersiapkan serangan kedua, belajar dari pengalaman ia
meningkatkan jumlah kapal senjata, dan makanan, ia membangun lumbung beras
untuk persediaan bahan makanan di Tegal dan Cirebon.
Tahun 1629, Pasukan
Mataram dibawah pimpinan Tumenggung Singaranu, Kiaki Dipati Juminah, Dan Dipati
Purbaya.VOC mengetahui persiapan Pasukan Mataram, Sehingga di Tegal, VOC
menghancurkan 200 kapal Mataram, 400 rumah penduduk dan sebuah lumbung beras.
Pantang mundur, dengan
jumlah pasukan yang ada, Pasukan Mataram berhasil menguasai dan menghancurkan
Benteng Hollandia, lalu Pasukan Mataram mengepung Benteng Bommel, tapi gagal
menghancurkannya, terdengar berita bahwa J.P Coen tewas dalam penyerangan itu
yang terjadi pada tanggal 21 September 1629
Dengan kondisi kritis,
Belanda semakin marah dan meningkatkan kekuatannya untuk mengusir Pasukan Mataram,
dengan senjata yang lebih baik dan lengkap, Pasukan Mataram ditarik mundur
kembali ke Mataram.
Dengan demikian
serangan kedua Sultan Agung juga mengalami kegagalan.
H.
AKHIR SERANGAN TERHADAP BATAVIA
Melemahnya Kekuatan Mataram
Dengan kegagalan kedua
penyerangan Pasukan Mataram membuat VOC semakin berambisi untuk memaksakan
monopoli dan memperluas pengaruhnya di daerah lain. Namun dibalik itu VOC tetap
mengawasi gerak Pasukan Mataram
Sebagai contoh, pada
waktu Sultan Agung mengirim pasukan ke Palembang untuk membantu Raja Palembang
menyerang VOC, tetapi ditengah jalan langsung diserang oleh VOC.
Jiwa Sultan Agung untuk
melawan dominasi asing di Nusantara, tidak diwarisi oleh raja-raja pengganti
Sultan Agung, ia meninggal pada tahun 1645, Mataram pun semakin lemah dan
dikendalikan oleh VOC.
Kuburan Jan Pieterszoon Coen
Imogiri berasal dari
kata Imo yang berarti mendung dan Giri yang yang berarti gunung. Jadi Imogiri diartikan sebagai Gunung yang
bermendung atau Gunung yang sejuk.
Konon jenazah Gubernur
Jenderal VOC yang pertama, Jan Pieterszoon Coen juga dimakamkan di Imogiri
sebagai kesed alias alas pembersih kaki. Ada yang berpendapat bahwa makam J.P.
Coen itu di Imogiri disebut sebagai makam Indranata,
“Badannya dibagi tiga.
Kaki dan tangan ditanam di dekat anak-tangga-teratas, dekat pohon-pohon, kurang
terawat, tubuhnya (gembung, dada, dan perut) ditanam di tengah
anak-tangga-terbawah dari Gapura Supiturang, dan kepalanga ditanam di alas
Gapura Situpirang itu.”
PERLAWANAN
BANTEN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Banten sebagai kesultanan memiliki potensi
geografis dan potensi alam yang membuat para pedagang Eropa khususnya hendak
menguasai Banten. Secara geografis, Banten terletak di ujung barat pulau Jawa,
dimana jalur perdagangan Nusantara yang merupakan bagian dari jalur perdagangan
Asia dan Dunia. Selain itu, letaknya yang dekat dengan selat Sunda menjadikan
Banten sebagai pelabuhan transit sekaligus pintu masuk ke Nusantara setelah
Portugis mengambilalih Malaka pada tahun 1511.
Potensi alam yang dimiliki Banten pun
merupakan daya tarik tersendiri, dimana Banten adalah penghasil lada terbesar
di Jawa Barat dan penghasil beras dengan dibukanya lahan pertanian dan sarana
irigasi oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Selain dari potensi alam dan letak
geografis, VOC memerlukan tempat yang cocok untuk dijadikan sebagai pusat
pertemuan. Letak Belanda yang jauh dari wilayah Nusantara menyulitkan Heeren XVII untuk mengatur dan mengawasi kegiatan
perdagangan. Dengan pertimbangan tersebut, Banten dipilih sebagai Rendez-vous, yaitu
pusat pertemuan, dimana pelabuhan, kantor-kantor dapat dibangun, dan
fasilitas-fasilitas pengangkutan laut dapat disediakan, keamanan terjamin dan
berfungsi dengan baik. Hal inilah yang membuat VOC dibawah pimpinan Gubernur
Jendral Joan Maetsuyker hendak menguasai Banten.
B.
RUMUSAN MASALAH
2.
Faktor
apa yang melatarbelakangi perlawanan kesultanan Banten terhadap VOC tersebut ?
3.
Bagaimana
kronologis perlawanan kesultanan Banten dari awal sampai akhir terhadap VOC ?
C.
TUJUAN
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui perlawanan yang dilakukan
oleh kesultanan Banten terhadap VOC pada tahun 1651 sampai dengan 1682.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENYEBAB PERLAWANAN BANTEN TERHADAP VOC
Pada Sultan Ageng Tirtayasa
berkuasa tahun 1651 sampai dengan 1682, VOC dipimpin oleh Joan Maetsuyker yang
memimpin VOC dari tahun 1653 sampai 1678. Menurut Nicolaus de Graaff,
Joan Maetsuyker merupakan pemimpin VOC terlama dengan kedudukan selama
seperempat abad. Pada masa pemerintahan Maetsuyker inilah VOC mengalami masa
keemasannya.
Untuk dapat menguasai Banten,
langkah yang digunakan oleh VOC adalah dengan memblokade akses menuju ke
pelabuhan Banten dengan tujuan memperlemah sektor perekonomian Bnaten.
Kapal-kapal asing yang hendak berdagang di Banten dicegat oleh Belanda. Selain
itu, kapal-kapal yang telah berdagang di Banten pun dicegat oleh Belanda
sehingga pelabuhan Banten mengalami penurunan aktivitas perdagangan dan kegiatan perekonomi terganggu.
Menyikapi hal tersebut, Banten mengadakan perlawanan dengan menyerbu dan
merampas kapal-kapal Belanda yang bernaung dibawah VOC. Akan tetapi, VOC
menggunakan siasat lain, yaitu dengan memberikan hadiah menarik dan berupaya
memperbaharui perjanjian tahun 1645, akan tetapi hal tersebut ditolak oleh
Sultan Ageng Tirtayasa.
B. KRONOLOGIS PERLAWANAN KESULTANAN BANTEN TERHADAP
VOC
Awal Perlawanan dan Kronologis Perlawanan
Kesultanan Banten Terhadap VOC Tahun 1651-1682
Sultan Ageng Tirtayasa selama memerintah
kesultanan Banten sangat menentang segala bentuk penjajahan asing atas daerah
kekuasaannya, termasuk kehadiran VOC yang hendak menguasai Banten sangat
ditentang oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Oleh sebab itu, VOC yang berusaha
melakukan blokade terhadap pelabuhan Banten dengan menyerang kapal-kapal yang
hendak berdagang di Banten mendapatkan perlawanan dari pasukan Banten.
Perlawanan itu awalnya diwujudkan dengan
perusakan terhadap segala instalasi milik VOC di wilayah kekuasaan kesultanan
Banten. Dengan tindakan perlawanan demikian, Sultan Ageng Tirtayasamengharapkan
agar VOC segera meninggalkan Banten. Tangerang dan Angke dijadikan sebagai
garis terdepan pertahanan dalam menghadapi VOC. Pasukan Banten menyerang
Batavia pada 1652 juga dimulai dari Tangerang dan Angke.
Untuk meredakan perlawanan
tersebut, VOC mengirimkan utusan sebanyak dua kali pada tahun 1655 dengan
menawarkan pembaharuan perjanjian tahun 1645 disertai hadiah-hadiah yang
menarik, namun keseluruhannya ditolak oleh Sultan Ageng Tirtayasa.
Pada dasarnya, perlawanan Banten
terhadap VOC setelah adanya keinginan untuk melakukan gencatan senjata dipicu
oleh terbunuhnya Lurah Astrasusila diatas kapal VOC. Berita mengenai
terbunuhnya Lurah Astrasusila diketahui oleh Sultan Ageng Tirtayasa sehingga
memicu aksi balas dendam dan perlawanan dari Banten.
Penyerangan yang dilakukan
Benten secara terus menerus terhadap VOC membuat kedudukan VOC semakin terdesak
sampai medekati batas kota Batavia. Akhirnya VOC mengajukan gencatan senjata.
Menyadari bahwa Banten akan menolak perjanjan gencatan senjata, maka VOC
membujuk sultan Jambi untuk mengakomodasi perjanjian tersebut. Maka sultan
Jambi pun mengirimkan utusannya yaitu Kiyai Damang Dirade Wangsa dan Kiyai
Ingali Marta Sidana. Pada tanggal 10 Juli 1659, ditandatangani perjanjian
gencatan senjata antara Banten dan VOC.
Gencatan senjata ini
dimanfaatkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa untuk melakukan konsolidasi kekuatan,
diantaranya menjalin hubungan dengan Inggris, Perancis, Turki, dan Denmark,
dengan tujuan memperoleh bantuan senjata.
Munculnya Kembali Perlawanan
Banten dan Politik Adu Domba VOC
Setelah perjanjian gencatan senjata, VOC
menggunakan kesempatan tersebut untukmempersulit kedudukan Banten. Cara yang
dilakukan adalah dengan mengadakan kerjasama dengan kesultanan Cirebon dan
kesultanan Mataram. Puncaknya adalah ketika Amangkurat II menandatangani
perjanjian dengan VOC. Selain itu, Cirebon pun berada di bawah kekuasaan VOC
pada tahun 1681. Dengan Mataram dan Cirebon dibawah kendali VOC, maka posisi
Banten semakin terjepit karena Mataram dan Cirebon merupakan kesultanan yang
memiliki hubungan baik dengan Banten.
Posisi tersebut makin sulit
dengan terjadinya perpecahan di dalam kesultanan Banten sendiri.Putra Sultan
Ageng Tirtayasa, yaitu Pangeran Gusti dan Pangeran Arya Purbaya mendapatkan
kekuasaan, masing-masing untuk mengurusi kedaulatan ke dalam kesultanan.
Sementara kedaulatan keluar kesultanan masih dikendalikan oleh Sultan Ageng
Tirtayasa. Pemisahan kekuasaan ini diketahui oleh wakil Belanda di Banten,
yaitu W. Caeff yang kemudian mendekati dan menghasut Pangeran Gusti untuk
mencurigai ayahnya dan saudaranya sendiri. Hal tersebut yang dimanfaatkan oleh
VOC untuk mengadu-domba antara Sultan Haji dengan ayahnya sendiri, yaitu Sultan
Ageng Tirtayasa dan adiknya, yaitu Pangeran Arya Purbaya. Konflik ini
dimanfaatkan oleh VOC untuk memadamkan dan memperlemah kekuatan Banten.
Akhir Perlawanan Banten
Terhadap VOC
Rasa iri dan kekhawatiran
Sultan Haji akan kekuasaannya melahirkan persekongkolan dengan VOC untuk
merebut tahta kesultanan Banten. VOC bersedia membantu Sultan Haji dengan
mengajukan empat syarat, yaitu menyerahkan Cirebon kepada VOC, monopoli lada
dikendalikan oleh VOC, membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji, dan
menarik pasukan Banten yang berada di daerah pesisir pantai dan pedalaman
Priangan. Syarat tersebut dipenuhi oleh Sultan haji. Pada tanggal 27 Februari
1682, pecahlah perang antara Sultan Haji dengan dibantu VOC melawan ayahnya
sendiri, yaitu Sultan Ageng Tirtayasa. Inilah akhir dari kekuasaan Sultan Ageng
Tirtayasa di kesultanan Banten.
Namun, pasukan yang dipimpin oleh Sultan
Ageng Tirtayasa masih terlalu kuat sehingga berhasil mengepung VOC bersama
dengan Sultan Haji. VOC segera memberikan perlindungan kepada Sultan Haji
dibawah pimpinan Jacob de Roy. Bersama dengan Kapten Sloot dan W. Caeff, Sultan
Haji mepertahankan loji tempatnya berlindung. Kekuatan pasukan Sultan Ageng
Tirtayasa membuat bantuan dari Batavia tidak dapat mendarat di Banten.
Hal tersebut memaksa Sultan Haji untuk mengadakan perjanjian baru dengan VOC
yaitu memberikan hak monopoli VOC di Banten. Setelah perjanjian tersebut,
tanggal 7 April 1682, datanglah bantuan dari Batavia yang dipimpin oleh
Francois Tack dan De Sant Martin, dibantu oleh Jonker, tokoh yang memadamkan
pemberontakan Trunojoyo. Pasukan ini berhasil membebaskan loji dari kepungan
pasukan Sultan Ageng Tirtayasa.
Setelah itu, pemberontakan terus terjadi
meskipun VOC telah beberapa kali meminta Sultan Ageng Tirtayasa untuk menyerah.
Untuk menyelesaikan perlawanan tersebut, Sultan Haji mengutus 52 orang
keluarganya untuk membujuk Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah berhasil dibujuk,
Sultan Haji dan VOC menerapkan tipu muslihat dengan mengepung iring-iringan
Sultan Ageng Tirtayasa menuju ke istana Surosowan pada tanggal 14 Maret 1683[47]. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil
ditangkap, namun Pangeran Arya Purbaya berhasil lolos. Kemudian Sultan Ageng
Tirtayasa dipenjarakan di Batavia sampai meninggal pada tahun 1692. Sultan Haji
sendiri akhirnya naik tahta dengan restu VOC, memerintah dari tahun 1682 sampai
dengan 1687. Pada tanggal 17 April 1684, ditandatanganilah perjanjian dalam
bahasa Belanda, Jawa, dan Melayu yang berisi 10 pasal. Perjanjian inilah yang
menandai berakhirnya kekuasaan kesultanan Banten, dan dimulainya monopoli VOC
atas Banten. Dengan demikian berakhirlah perlawanan Sultan Ageng
Tirtayasasetelah dikhianati oleh anaknya sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
SULTAN AGUNG
VERSUS J.P. COEN
Sejak Sepeninggalan Sultan Agung
VOC berhasil melemahkan Mataram. Raja Amangkurat 1 yang menggantikan
sultan agung justru melakukan kerja sama dengan VOC. Mataram yang awalnya
menjadi ancaman sekarang justru menjadi tergantung pada VOC. Kondisi ini
menyebabkan timbulnya perlawanan di Mataram, Salah satunya dipimpin oleh
Trunojoyo. Selanjutnya mataram berada di bawah pengaruh VOC.
PERLAWANAN
BANTEN
Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan untuk melakukan perlawanan terhadap
VOC. Pelawanan tersebut terjadi sampai dengan adanya tawaran perjanjian
gencatan senjata pada tanggal 29 April 1658. Namun, perjanjian tersebut ditolak
oleh Banten dan mulailah kembali perlawanan dari bulan Mei 1658 yang
berlangsung terus menerus sampai diadakannya perjanjian gencatan senjata
tanggal 10 Juli 1659.
Gubernur Jendral Ryklop van Goens yang menggantikan Gubernur Jendral
Joan Maetsuyker kemudian memerintahkan untuk menghancurkan Banten. Kekuasaan
Banten mulai melemah ketika Cirebon pada tahun 1681 dan Mataram yang memiliki hubungan
baik dengan Banten bekerjasama dan tunduk atas VOC. Selain itu, adanya
pembagian kekuasaan di kesultanan Banten, dimana Sultan Haji dan Pangeran Arya
Purbaya yang merupakan anak dari Sultan Ageng Tirtayasa, mendapat kekuasaan
intern kesultanan. Hal tersebut diketahui oleh W. Caeff, wakil VOC di Banten,
sehingga VOC memanfaatkan pembagian kekuasaan tersebut untuk mengadu domba
Sultan Haji dengan Pangeran Arya Purbaya dan Sultan Ageng Tirtayasa, sampai
pada akhirnya terjadi perang saudara yang menyebabkan berakhirnya kekuasaan
Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 1682.
DAFTAR PUSTAKA